LAPORAN UTAMA

Memulangkan Dana Trilyunan Rupiah

 
Pemerintah berusaha membawa pulang potensi pajak dari dana yang terparkir di luar negeri. Setiap tahun terjadi capital outflow yang mencapai di kisaran Rp 200 trilyun. RUU Pengampunan Pajak hanya satu jalan. Tetap dibutuhkan penegakan hukum terhadap para penghindar pajak.

 
Dua hari setelah Panama Papers dipublikasikan berbagai media, sebuah diskusi tentang RUU Tax Amnesty digelar di hotel Pullman, Jakarta. Di sana, informasi menarik lain muncul. Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro, yang hadir dalam diskusi, melempar “bom”, dengan mengatakan bahwa uang WNI yang terparkir di luar negeri nilainya gila-gilaan. Bahkan lebih besar dari total produk domestik bruto (PDB) tahun 2015, yang mencapai Rp 11.400 trilyun. “Kemungkinan besar, uang orang Indonesia di luar negeri itu lebih besar dari PDB kita,” katanya.

Mengapa demikian? Bambang mengatakan bahwa uang-uang itu bukan uang yang baru diparkir 1-2 tahun, melainkan sudah disimpan di luar negeri sejak 1970. “Ini data yang kita pakai sejak 20 tahun terakhir,” tambahnya.

Di atas kertas, bila 10% saja aset WNI di luar negeri itu bisa ditarik, Indonesia bisa mendapatkan pemasukan tambahan mencapai Rp 1.000 trilyun. Tapi Bambang menolak berbicara target. Ia lebih menekankan betapa RUU Tax Amnesty yang kini masih dibahas di Komisi XI DPR-RI bisa dijadikan pintu masuk untuk menarik dana-dana tersebut. “Kalau target penerimaan dari tax amnesty, nanti akan kelihatan di APBN-P 2016,” katanya.

Saat ini pembahasan RUU Tax Amnesty memang mendapat momentum akibat publikasi Panama Papers. Dokumen yang dirilis International Consortium of Investigative Journalists (ICIJ) itu memuat ribuan nama pihak yang kemungkinan melakukan penghindaran pajak (tax avoidance). Pemerintah juga sudah memeriksa nama-nama WNI di dokumen itu, yang jumlahnya mencapai 800 orang lebih.

Bambang menjelaskan bahwa sebelum Panama Papers meledak, Direktorat Jenderal Pajak sebenarnya sudah memiliki data tersendiri mengenai para pengemplang pajak. Data itu didapat dari pertukaran ditjen pajak negara-negara G-20, dengan Indonesia adalah salah satu anggotanya. Data itu yang kemudian dicek silang dengan Panama Papers. Hasilnya, menurut Bambang, ada kesamaan nama. Sebagian nama di data Ditjen Pajak ternyata juga ada di Panama Papers. “Kami menemukan kesamaannya, 79%,” katanya

Dari jalur lain, Wakil Ketua Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPAT), Agus Santoso, mengatakan bahwa pihaknya sudah membentuk tim khusus untuk menyelidiki nama-nama WNI di Panama Papers. Agus mengatakan, nama-nama itu selanjutnya dibandingkan dengan laporan hasil analisis (LHA) dan laporan hasil pemeriksaan (LHP) PPATK. Pengecekan silang itu untuk menelisik nama-nama WNI yang diduga melakukan kejahatan. “Hasilnya bisa memberikan prioritas penelusuran, yang bisa berujung ke laporan hasil analisis,” katanya.

PPATK juga membandingkan data Panama Papers dengan laporan transaksi keuangan mencurigakan (LTKM) dan data political exposed person (PEP). Keduanya adalah laporan yang menelusuri penyelewengan keuangan dan penyamaran aset, khususnya yang dilakukan pejabat negara, baik eksekutif, legislatif, juga yudikatif. Sejauh ini di Panama Papers, beberapa nama mulai terlihat. “Saya lihat memang ada aset-aset atas nama pejabat bersangkutan yang diatasnamakan istrinya atau juga anaknya,” kata Agus.

Tapi, upaya PPATK dan RUU Tax Amnesty merupakan dua hal berbeda. Sebab bila yang pertama berkaitan dengan penegakan hukum, RUU Tax Amnesty justru memberi pengampunan. Meski tujuannya sama, yaitu meningkatkan penerimaan pajak. Mengenai hal ini, Menteri Bambang mengatakan bahwa tahun ini pemerintah memang akan lebih fokus dulu pada tax amnesty, sebelum main keras di penegakan hukum terhadap para penghindar pajak.

***

Pemerintah memang sangat berkepentingan membawa pulang uang WNI yang diparkir di luar negeri. Sebab, selama tujuh tahun terakhir (2009-2015), penerimaan pajak pemerintah selalu di bawah target. Bahkan dalam catatan Gatra, selisih antara target yang ditetapkan dalam APBNP dan realisasi (shortfall) selalu di atas Rp 30 trilyun. Pada 2015 lalu shortfallbahkan membengkak di atas Rp 200 trilyun akibat target pajak yang terlalu tinggi.

Bukan karena rakyat Indonesia sangat miskin sehingga tidak mampu membayar pajak, melainkan karena banyak kalangan –terutama wajib pajak besar– yang terus menghindari pajak, dan diperparah oleh kekurangsigapan pemerintah. Bila menggunakan istilah mantan Dirjen Pajak Sigit Priadi Pramudito, “ikannya banyak, tapi jaringnya kurang besar.”

Bahkan di luar Panama Papers, sudah ada beberapa data lain yang menyatakan betapa besarnya potensi perpajakan di Indonesia. Awal Desember 2015 lalu, misalnya, Global Financial Integrity (GFI), lembaga riset internasional asal Washington D.C., Amerika Serikat, yang fokus pada penelitian mengenai transaksi mencurigakan, menempatkan Indonesia di urutan kesembilan sebagai dari 10 negara asal transaksi mencurigakan terbesar di dunia.

Menurut GFI, sepanjang tahun 2004-2013 atau dalam kurun sembilan tahun, Indonesia tercatat mengekspor dana mencurigakan sampai US$ 180,7 milyar atau setara Rp 2.363.389 trilyun. Dengan dana segede itulah banyak ikan yang lolos dari jaring pajak pemerintah.

Bila dirata-rata, menurut perhitungan GFI, tiap tahunnya Indonesia mengekspor illicit fundsebesar US$ 18,071 juta atau setara Rp 236 trilyun. Kebocoran ini luar biasa besar, karena mencapai 20% dari realisasi penerimaan pajak tahun 2015 lalu. Bisa dibayangkan betapa besar sebenarnya potensi penerimaan pajak di Indonesia, bila semua ikan dapat dijaring.

Seorang sumber Gatra di Istana bercerita bahwa rata-rata para pengusaha ekspor-impor di Indonesia memang hanya menaruh uang mereka selama satu jam di perbankan nasional. Uang itu (dalam dolar AS) hanya mampir sebentar untuk ditukar sebagian ke dalam rupiah sebagai pembayaran biaya upah buruh, biaya pihak ketiga, dan sebagainya. Setelah ditukar, uang itu kembali terbang ke negara-negara tax haven. “Rata-rata yang ditukarkan ke rupiah itu hanya 17% dari dana mereka. Sisanya mereka taruh di luar, karena kalau mereka naruh dolar di sini pajaknya bisa 17%-20%, tapi kalau di luar bisa 0%,” kata sumber tersebut.

Bisakah RUU Tax Amnesty mengatasi perilaku tersebut? Sebagian pengamat cenderung berkata tidak. Sejumlah LSM yang tergabung dalam koalisi Forum Pajak Berkeadilan mengatakan, RUU Tax Amnesty itu justru tidak mencerminkan rasa keadilan. Menurut mereka, seharusnya pemerintah bertindak keras dengan memburu para penghindar pajak tersebut, bukannya justru berbaik hati memberi pengampunan. “Orang-orang ini sudah sering mengemplang pajak, janganlah diberi ampunan,” kata Wahyudi, Program Manager Transparency International Indonesia (TII).

Pendapat senada disampaikan Yustinus Prastowo, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA). Menurutnya, akibat publikasi Panama Papers yang menyebutkan nama-nama WNI, keberadaan RUU Tax Amnesty justru kehilangan justifikasi. “Karena semua sudah terbuka,” katanya. Ia hanya melihat bahwa RUU Tax Amnesty itu bermanfaat dalam konteks pemerintah dan DPR akan bisa membuat undang-undang perpajakan yang lebih baik.

Kepada Gatra, Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengatakan bahwa RUU Tax Amnesty ini tidak berarti bahwa pemerintah membiarkan saja para pengemplang pajak itu bebas. RUU ini, menurutnya, bermanfaat karena memberikan fleksibilitas kepada pemerintah untuk menarik dana di luar negeri tersebut.

Sedangkan mengenai para pengemplang pajak itu, menurut Pramono, pemerintah sudah mengetahui orang-orangnya. Bahkan Pramono juga menegaskan bahwa Presiden sudah memegang data yang lebih detail dibandingkan dengan Panama Papers. “Panama Papers jadi data tambahan saja,” katanya.

Menurut Pramono, data yang dipegang Presiden itu sangat detail karena sudah mencakup nama, tempat menaruh uang, bahkan alamat tinggal. “Misalnya seorang Pramono Anung itu aliran dananya ke mana, taruh uangnya di mana, itu pemerintah sudah punya,” katanya.

Pada 2018 nanti, G-20 memang akan menerapkan petukaran data wajib pajak berdasarkan perjanjian automatic exchange of information (AeoI). Perjanjian AeoI itu memang akan membuat pemerintah mengetahui siapa WNI yang terus menghindari pajak.

Namun mengetahui data itu tidak otomatis pemerintah bisa dengan mudah membawa pulang uang parkir itu ke dalam negeri. “Jejak finansial itu bisa dilacak. Namun permasalahannya adalah bagaimana memulangkan aset-aset itu, karena ada banyak kendala,” katanya Agus Santoso.

Agus lalu menjelaskan bahwa salah satu kendala ialah perbedaan format hukum yang dianut Indonesia dengan negara-negara tax haven. Bila Indonesia menggunakan hukum tradisi Belanda (continental), sebaliknya negara tax haven seperti Singapura, Cayman Island, lalu Hong Kong, menganut hukum tradisi Anglo-Saxon.

Sejumlah kegagalan pernah dialami ketika hendak memulangkan kekayaan WNI di luar negeri. Agus mencontohkan kasus Hesham Al-Warag, yang divonis dalam kasus korupsi Bank Century. Hesham memiliki sejumlah aset di Hong Kong. Namun, ketika pemerintah Indonesia hendak menyita asset Hesham, pemerintah setempat menolak.

Kegagalan lain, kata Agus, juga terjadi saat pemerintah hendak memulangkan aset Agus Anwar, pengemplang dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Agus Anwar sudah beralih menjadi warga negara Singapura dan menaruh uangnya di Swiss. Ketika pemerintah hendak menyita aset Agus Anwar, juga gagal karena dianggap uang itu bukan berasal dari Indonesia, tapi dari Singapura. Kasus serupa terjadi pada Joko Chandra, yang kini sudah berkewarganegaraan Singapura, dan menjadi kontraktor di Papua Nugini.

Menurut Bawono Kristiaji dari kantor konsultan pajak Danny-Darussalam Tax Center, pemerintah sebenarnya bisa menempuh cara lain di luar tax amnesty untuk meningkatkan pemasukan pajak. Salah satu opsi, misalnya, aturan tentang mandatory disclosure rules. Ini peraturan yang mengikat perusahaan sekaligus juga firma konsultan pajak untuk melaporkan perencanaan pajak secara rutin kepada pemerintah.

Dengan mandatory disclosure rules, akan terlihat apakah sebuah perusahaan ini sudah berniat menghindari pajak. Aturan ini, antara lain, diterapkan di Irlandia, Kanada, Inggris dan Afrika Selatan. “Jadi kalau di perencanaan pajak itu perusahaan membayar ke konsultan dengan nilai fantastis atau dibayar dari persentase yang di-saving, itu sudah indikasi perencanaan pajak yang agresif. Di Inggris saja sudah efektif untuk mengurangi kebocoran-kebocoran pajak. Itu ada bukti empirisnya,” papar Bawono.

Opsi lainnya adalah tax amnesty yang tidak menyasar pengemplang pajak di luar negeri, tapishadow economy yang didominasi oleh UMKM yang rata-rata tidak patuh pelaporan pajaknya. Tax amnesty untuk shadow economy ini antara lain diterapkan di Turki dan Afrika Selatan. “Ini juga sangat baik, karena di negara-negara berkembang, pajak yang bocor darishadow economy cukup signifikan. Afrika Selatan dan Turki melakukan tax amnesty untuk sektor tersebut, dan kita juga bisa melakukannya,” katanya.

Yang ketiga, menurut Bawono, Indonesia seharusnya juga membuat general anti-avoidance rule (GAAR) atau aturan anti-penghindaran pajak. Aturan GAAR belum ada di Indonesia. Selama ini pemerintah baru sebatas menangkal praktik curang yang sifatnya spesifik sepertitransfer pricing atau control-foreign company. GAAR lebih luas. Karena itu, pemerintah bahkan bisa mengoreksi atau membatalkan transaksi yang dianggap semata-mata untuk mendapatkan manfaat pajak.

Bawono lalu mencontohkan ketika sebuah perusahaan mengirim barang ke Hong Kong karena distributornya ada di sana. Padahal, barang itu hendak dipasarkan di Indonesia. Yang terjadi, menurut Bawono, seringkali yang dikirim ke Hong Kong cuma invoice-nya, sedang barangnya tidak. Tujuannya cuma untuk mendapatkan pajak yang lebih rendah di Hong Kong. Dengan GAAR, pengelabuan macam ini bisa langsung dibatalkan karena tidak ada substansi ekonominya.

Bila RUU Tax Amnesty gagal disetujui tahun ini, menurut Bawono, pemerintah bisa menggunakan opsi-opsi di atas untuk meningkatkan pemasukan pajak. Atau bahkan main keras lewat penegakan hukum. Menurut Bawono, saat ini tren yang berkembang adalah bahwa pajak itu justru lebih tinggi statusnya dibandingkan kerahasiaan. Di Argentina misalnya, otoritas pajak bahkan bisa memeriksa isi rekening nasabah bank.

Basfin Siregar, Mukhlison S. Widodo, Averos Lubis, Andi Anggana, Fahmy Fotaleno, dan Jennar Kiansantang

***

Realisasi Penerimaan Pajak Pemerintah 2009-2015 (trilyun rupiah)
Tahun Target APBN-P Realisasi Shortfall
2009 528 494 -34
2010 597 567 -30
2011 698 667 -31
2012 817 753 -65
2013 921 833 -88
2014 1.072 981 -91
2015 1.294 1.055 – 239

Sumber: Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2005-2013, Riset Gatra.

***

Jumlah Aliran Dana Mencurigakan dari Indonesia (US$ Juta)

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Total Yearly Average Indonesia 15,995 18,354 27,237 20,547 14,646 18,292 19,298 14,633 180,71 18,071

Sumber: Global Financial Integrity Report, December 2015, Illicit Financial Flows from Developing Countries.

Majalah GATRA Edisi 24 / XXII 20 Apr 2016

Dipublikasi di Uncategorized | Meninggalkan komentar

EKONOMI & BISNIS

Jangan Lamban di Pelabuhan

 
Pemerintah menargetkan waktu tunggu bongkar-muat impor di pelabuhan bisa dipangkas hingga tiga hari saja. Selain menyederhanakan perizinan, pengusaha juga didisiplinkan.

Dwelling time bukan urusan main-main. Karena masalah bongkar-muat barang di pelabuhan itulah, untuk pertama kalinya Presiden Joko Widodo mengeluarkan ancaman pergantian menteri (reshuffle). Ketika itu, Presiden Jokowi marah besar lantaran bongkar muat di pelabuhan Tanjung Priok memakan waktu enam hari. Kondisi itu jauh tertinggal dari negara-negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, Vietnam, atau Thailand. Di negara-negara itu, setidaknya proses bongkar-muat berlangsung dalam waktu satu hingga empat hari.

Kemarahan Presiden Jokowi terbukti bukan ancaman kosong. Juli 2015, tak lama setelah insiden di Tanjung Priok, ia mengganti Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Indroyono Susilo. Rizal Ramli selaku penggantinya diberi tugas memangkas waktu bongkar-muat menjadi minimal empat hari.

Keseriusan terhadap proses dwelling time kembali ditegaskan saat pemerintah mengumumkan paket kebijakan ekonomi XI akhir Maret lalu. Lewat kebijakan tersebut, pemerintah mewajibkan semua kementerian/lembaga mengembangkan fasilitas pengajuan permohonan perizinan secara tunggal (single submission) melalui portal Indonesia National Single Window (INSW) untuk pemrosesan perizinan.

Langkah itu diperlukan karena ada 18 kementerian dan instansi yang berperan dalam proses pengurusan izin masuk barang ke pelabuhan (preclearance). Di antaranya adalah Kementerian Perdagangan, Pertanian, Kelautan dan Perikanan, Perindustrian, dan lain sebagainya.

Tak berhenti sampai di situ. Pemerintah juga menuntut diterapkannya sistem Indonesia Single Risk Management, yaitu sinkronisasi identitas tunggal bagi pengimpor. Sehingga ke depannya, semua kementerian/instansi bisa berbagi profil pengimpor dan menakar risiko aktivitas impornya.

Sistem single risk management ini awalnya akan diterapkan antara Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Bea & Cukai. Harapannya, dwelling time produk bahan baku obat, makanan, minuman, dan produk lain yang membutuhkan izin BPOM bisa lebih pendek lagi. Dari yang semula 4,7 hari, menjadi 3,7 hari pada Agustus 2016 nanti. Bila seluruh kementerian/instansi penerbit izin ekspor-impor sudah menerapkan single risk management, pemerintah berharap dwelling time bisa turun hingga kurang dari tiga hari pada akhir 2017 nanti.

”Sistem ini sedang dibangun dan nanti akan disiapkan oleh Kementerian Keuangan, dalam hal ini Ditjen pajak serta Bea & Cukai,” kata Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Alam dan Jasa, Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Sumber Daya, Agung Kuswandono, kepada Gatra.

Ringkasnya, Agung menjelaskan, apabila ada satu perusahaan dikategori merah oleh Bea & Cukai, maka harus juga ditandai merah oleh pihak Ditjen Pajak dan juga oleh Kementerian Perdagangan. ”Jadi semua sama,” kata Agung, yang juga ditunjuk sebagai Ketua Satuan Tugas Dwelling Time.

Selain memantapkan sistem, percepatan dwelling time juga diterapkan dengan cara mendisiplinkan importir barang. Menurut Agung, ada saja pengusaha yang sengaja memperlambat pengurusan izin impor, dan malah menumpuk barang di pelabuhan. ”Ini terjadi karena dulu biaya penimbunan barang Rp 275.000 per kontainer,” kata Agung. Nominal itu, menurutnya, lebih murah ketimbang menyewa gudang penyimpanan barang.

Karena itu, Kemenko Maritim dan Sumber Daya akan memberlakukan denda sebesar Rp 5 juga per hari bagi importir yang menumpuk barang di pelabuhan lebih dari tiga hari. ”Nanti yang memungut adalah otoritas pelabuhan melalui operator yang ada,” kata Agung lagi. Dasar hukum denda progresif itu adalah Peraturan Menteri Perhubungan 117 Tahun 2015 tentang Batas Waktu Penumpukan di Pelabuhan Tanjung Priok.

Merasa dituding, Ketua Umum Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI), Yukki Nugrahawan, menegaskan bahwa pengusaha sebenarnya ingin proses dwelling timeberlangsung sesingkat mungkin. ”Pengusaha logistik mana yang mau kelamaan? Semua inginnya efisien, makin cepat selesai pekerjaan makin baik buat kita,” ujar Yukki kepadaGatra.

Ia menjelaskan, pengusaha logistik berperan pada tahap custom dan postclearance. Dan kalaupun memang ada keterlambatan, itu biasanya terjadi pada proses preclearance atau saat pengurusan dokumen sebelum barang masuk pelabuhan. Wilayah itu, menurut Yukki, merupakan urusan importir.

Kepala Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok, Bay Hasani, menjelaskan bahwa preclearancemerupakan proses yang memakan waktu paling lama. Tahap itu paling cepat membutuhkan waktu 3,7 hari. Berikutnya custom clearance 0,5 hari, dan postclearance 1,5 hari. ”Total 5,7 hari,” kata Bay.

Namun sejak setahun belakangan ini, menurutnya ada perubahan. ”Kini rata-ratapreclearance 2,5 hari,” katanya. Sedangkan dua tahap lainnya tetap. Sehingga bila ditotal,dwelling time impor saat ini menjadi 3,5 hari saja. ”Itu sudah luar biasa,” tutur Bay.

Percepatan itu pun dirasakan oleh Ketua Umum DPP INSA (Indonesia National Shipowners Association) Carmelita Hartoto. Kemungkinan besar, akselerasi dwelling time bisa terjadi karena memang ada niat. ”Tidak ada proses yang berbeda,” kata Carmelita kepada Gatra. Pada tahap preclearance, Carmelita melihat pemerintah sudah menuntut kementerian dan badan terkait untuk menyederhanakan perizinan yang diperlukan importir.

Di tahap custom clearance, pemerintah memberikan aparat Bea & Cukai batas waktu pengurusan. Selain itu, pemerintah memberi target batas waktu otoritas dan operator pelabuhan untuk mengurus bongkar muat dan penyerahan barang-barang yang sudah selesai custom clearance dan beres pembayaran biaya pelabuhannya.

Kepada pengusaha sendiri, pemerintah mendesak agar agar barang-barang yang sudah beres clearance dipindahkan ke tempat penumpukan sementara (TPS). ”Kalau lebih dari tiga hari, dikenakan biaya penumpukan yang tinggi,” kata Carmelita.

Menurut Carmelita, ada beberapa faktor yang bisa memperlambat arus keluar barang dari pelabuhan. Pertama adalah dokumen yang dipersyaratkan tidak lengkap. Lalu karena ada kesalahan pencantuman nama/alamat/isi barang pada bill of lading atau manifest. Berikutnya, barang yang terkena sampling pemeriksaan acak sehingga dikeluarkan dari kontainer oleh petugas Bea & Cukai untuk dicek kebenaran isinya sesuai dokumen. Atau, bisa juga terjadi kerusakan alat bongkar muat.

Cavin R. Manuputty, Bernadetta Febriana, dan Averos Lubis

Majalah GATRA Edisi 23 / XXII 13 Apr 2016

Dipublikasi di Uncategorized | Meninggalkan komentar

EKONOMI & BISNIS

Pasang Surut Harga Ayam

 
Anjloknya harga ayam pada Februari lalu, membuat peternak rakyat menjerit. Diduga ada permainan kartel dari dua perusahaan besar untuk mengatur harga. Dua bukti kuat sudah dipegang KPPU.

Anjloknya harga ayam sejak Februari lalu, sangat dirasakan Zaenal Arifin, pemilik Zaki Farm Poultry Shop di Majalengka, Jawa Barat. Dirinya tak habis pikir, harga ayam dari kandang merosot tajam hingga Rp 9.000 per kilogram. Padahal, harga kontrak dengan 46 peternak plasma binaannya di kisaran Rp 17.000 sampai Rp 18.000 per kilogram. “Kepala saya sampai cenat-cenut,” katanya.

Jika Zaenal sampai pusing tujuh keliling, tak lain karena ia harus nombok Rp 8.000 hingga Rp 9.000 per kilogram ke peternak demi membayar harga sesuai kontrak pada panen bulan lalu. Meski begitu, ia enggan merinci jumlah kerugiannya. Tapi yang jelas, ia lumayan tekor ketika itu.

Dalam hitung-hitungan Zaenal, biaya produksi ayam pedaging Rp 16.500 per kilogram. Angka itu belum ditambah biaya operasional Rp 1.500. Artinya, biaya produksi per kilogram mencapai Rp 18.000. Jika harga jual terus jeblok dari biaya pokok produksi (BPP), tentu bikin kantong bolong. “Kalau tidak ada pembatasan harga jual di kandang, nggak bakal tenang. Kecuali pemerintah menetapkan harga terendah dan tertinggi dari kandang,” kata Zaenal kepada Ade Faisal Alami dari Gatra, Selasa pekan lalu.

Masalahnya tidak hanya berhenti di situ. Urusan membayar tagihan pakan pun bikin ruwet. Zaenal berkisah, pakan yang digunakan peternak plasmanya, dibeli Zaki Farm ke beragam perusahaan penjual pakan itu tidak secara cash. Ada yang dibayar dalam tempo 15 hari, ada pula yang 30 hari.

Nah, jika harga ayam dari kandang terus merosot tajam, menurutnya, panen pun harus dipercepat sehingga menjadi solusi untuk membayar pakan. “Peternak-peternak kecil model kita, tabungan itu nggak bisa bertahan lama. Paling bertahan tiga-empat bulan. Soalnya, waktu harga turun, tabungan itulah yang nombokin kekurangan,” Zaenal menjelaskan.

Zaenal mengakui, untuk memasok peternak binaannya, ia pun mengambil DOC bukan dari perusahaan besar. Melainkan dari merek-merek perusahaan lokal. Di antaranya, SuperChick, Wonokoyo, Leong, Big Top, dan terkadang MBAI. Di Februari lalu, harga DOC kualitas grade1 mencapai Rp 5.650 per ekor. “Karena kalau kita minta DOC dari dua perusahaan besar, harus satu paket dengan pakan,” ia mengaku.

Nasib Zaenal tak jauh berbeda dari para peternak rakyat atawa mandiri, yang sangat terimbas dari terjunnya harga jual ayam. Ketua Dewan Pembina Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar), Hartono, mengakui harga yang melorot tajam itu membuat ratusan peternak dari berbagai daerah di Tanah Air berunjuk rasa di depan Istana Negara, Selasa, 1 Maret lalu. “Kami meminta pemerintah memperhatikan kelangsungan usaha mereka yang saat ini dalam kondisi memprihatinkan,” katanya kepada Gatra, Senin pekan lalu.

Menurutnya, harga ayam itu ditentukan oleh gerakan pasar. Harga ayam jatuh akibat perang harga antara peternak mandiri dan perusahaan asing atau multinasional. Jawa Tengah adalah lokasi awal terjadinya harga ayam anjlok. “Lalu merembet ke Jawa Timur, Jawa Barat, Bali, dan ke seluruh Indonesia,” katanya.

Hartono memaparkan jika turunnya harga ayam per kilogram hingga ke titik terendah sebelumnya pernah terjadi di tahun 2013. Namun, pola harga ayam trennya selalu fluktuatif alias naik-turun. Sayangnya, harga ayam terlalu sering melorot. Hal ini jelas membuat para peternak rakyat banyak yang mulai menyusutkan produktivitasnya. Hingga akhirnya perlahan-lahan banyak yang tidak mampu bertahan lama.

Diakui Hartono, di tengah kesusahan tersebut malah pihak bank kurang bersahabat dengan para peternak mandiri. “Usai aksi demo kemarin di Istana, pihak bank malah mempersulit anggota Pinsar melakukan peminjaman uang. Menurut pihak bank, usaha ternak ayam masuk dalam kategori bisnis yang murah,” ucapnya.

Sementara itu, Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Muhammad Syarkawi Rauf, menuturkan kalau merosotnya harga ayam di tingkat peternak lantaran diduga ada permainan kartel ayam. Kuat dugaan PT Charoen Pokphand dan PT Japfa Comfeed Indonesia, yang menguasai semua proses bisnis ayam dari hulu hingga ke hilir, terlibat. “Ada sekitar enam proses penelitian dan mencari alat bukti yang akan masuk dalam tahapan penyelidikan yang sedang kita lakukan,” katanya kepada Gatra.

Fakta-fakta yang ditemukan di lapangan oleh KPPU adalah adanya billing exclusive(perjanjian eksklusif) antara perusahaan-perusahaan besar dan para peternak, baik mandiri maupun mitra atau plasma. Isi perjanjiannya, setiap pembelian DOC dari dua perusahaan besar tersebut juga harus diikuti dengan pembelian pakan ternak dari perusahaan yang bersangkutan, termasuk vaksin. Ada sistem paket di dalamnya.

Padahal, menurut Syarkawi, peternak punya hak untuk membeli pakan di perusahaan lain. “Ini kan pemaksaan dan melanggar hukum persaingan,” katanya. Praktik semacam ini membuat tembok bagi perusahaan lain untuk masuk, juga menghambat konsumen untuk berhubungan dengan pelaku usaha lainya. Billing exclusive ini tidak halal dalam konsep persaingan. “Satu perusahaan bisa rugi menjual DOC, tapi dia sudah untung dari vaksin dan pakan,” sambungnya.

Fakta kedua, ditemukan adanya diskriminasi dalam penjualan DOC oleh perusahaan besar. Peternak yang berafiliasi dengan perusahaan-perusahaan besar itu maupun peternak mitra memperoleh DOC kualitas terbaik. Syarkawi memaparkan bahwa para peternak mandiri mendapat DOC KW 2, yang tingkat kematiannya tinggi, namun harganya justru lebih mahal. “Dua alat bukti ini cukup untuk kita tingkatkan ke proses penyelidikan,” ucapnya.

Namun, ia membeberkan bukti lainnya. Yakni, ditemukanya kartel penetapan harga di posko -pusat informasi pasar bagi anggotanya dalam pengendalian pasokan maupun harga di pasar. Ada posko yang isinya dua atau tiga perusahaan besar. Di Bandung, Syarkawi memberi contoh malah hanya ada satu perusahaan di posko. “Jadi posko inilah yang menentukan berapa harga di peternak mandiri, peternak mitra yang kemudian diambil olehbroker,” tuturnya.

Menurut Syarkawi, broker inilah yang berhubungan dengan posko. Broker membeli ayam hidup dari peternak, dan jumlahnya bisa mencapai 5-7 juta ekor ayam. “Adanya posko ini sudah salah. Dalam definisi UU Persaingan ini namanya kartel harga. Di Pasal 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 pelaku usaha dilarang secara bersama-sama menetapkan harga untuk dijual ke konsumen,” kata Syarkawi.

Fakta keempat berkaitan dengan soal harga pakan dan vaksin. Di sini, yang terjadi selama ini adalah harga beli DOC cenderung selalu naik. Lantaran, jika perusahaan yang satu menaikkan DOC, perusahaan yang lain juga ikut menaikkan. Di sinilah muncul dugaan saling berkoordinasi antarperusahaan dalam menjual DOC sehingga kenaikannya menjadi sama. Praktik serupa terjadi melalui permainan harga pakan dan vaksin. “Kan tidak mungkin polanya seperti itu terus. Seharusnya kadang kala ini naik, yang lain tidak naik atau bahkan turun,” Syarkawi menjelaskan.

Sedangkan fakta kelima, ditemukanya hubungan antara perusahaan besar ini dan mitra-mitranya yang timpang. Karena, setelah KPPU mendatangi para mitra tersebut, lembaga ini mendapati keluhan mitra yang kecil ini tidak memiliki daya tawar yang tinggi, sehingga ada penyalahgunaan posisi tawar. Akibatnya, muncul eksploitasi dari yang besar terhadap yang kecil. “Mengeksploitasi mitra itu jelas melanggar UU tentang Pengawasan Kemitraan,” kata Syarkawi.

Bukti terakhir hasil penelitian KPPU adalah adanya praktik vertical integration. “Mereka menguasai dari hulu ke hilir, makanya mereka bisa memegang peranan yang besar,” ungkapnya. Seperti diketahui, nilai bisnis unggas dari hulu ke hilir itu mencapai Rp 450 trilyun per tahun. “Sementara dua perusahaan besar itulah yang menguasai 80% pangsa pasar yang mencapai Rp 360 trilyun, dan 20%-nya itu para peternak rakyat atau mandiri,” ungkap Syarkawi.

***

Akar masalah di industri unggas ini bisa ditarik ke belakang, tepatnya ke tahun 2009. Pemerintah saat itu ingin meningkatkan konsumsi daging ayam dari 7 kilogram per kapita menjadi 15 kilogram pada 2015. Bagaimana cara pemerintah menaikkan jumlah konsumsi itu? Yakni, dengan membuka investasi budi daya ayam untuk konglomerat. Lampu hijau bagi pengusaha unggas kelas kakap itu diberikan melalui UU Nomor 18 Tahun 2009, yang menjadi pengganti UU Nomor 6 Tahun 1967 tentang Peternakan.

Bila sebelumnya para pengusaha kakap ini hanya berurusan dengan pakan dan vaksin, UU tadi membuka kesempatan untuk juga terjun di bidang budi daya. “Mengandalkan peternakan rakyat untuk mencapai target konsumsi daging ayam jelas tidak mungkin,” kata Syarkawi. Namun, beleid tersebut menimbulkan dampak lain.

Jangkauan pedagang besar tak hanya sebatas sektor hulu, tetapi merambah ke sektor budi daya, dan pada akhirnya ke sektor hilir. Peternak mandiri kemudian harus juga bersaing dengan pedagang besar di pasar becek. Jika sebelum beleid tadi dikeluarkan, 80% pasar diisi oleh peternak mandiri. Kini persentasenya berbalik, menyisakan 20% pangsa pasar untuk mereka. Target peningkatan konsumsi daging ayam juga tidak tercapai. Hingga tahun lalu, rasionya baru mencapai 9 kilogram per kapita.

Ketika persoalan dan seluruh hasil kajian KPPU tadi dikonfirmasikan ke PT Charoen Pokphand Indonesia dan PT Japfa Comfeed Indonesia (JCI), tidak ada jawaban atau penjelasan sama sekali hingga artikel ini ditulis. Manager Public Relation JCI, Agus Mulyono, hanya membalas, “Kami belum mau berkomentar.”

***

Kisruh harga tersebut akhirnya membuat Kementerian Pertanian turun tangan. Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengaku telah mempertemukan asosiasi perusahaan unggas dengan asosiasi peternak rakyat untuk mencari solusi atas kemelut yang terjadi selama ini. Dalam pertemuan yang digelar Jumat pekan lalu, Amran menuturkan akan membagi porsi pasar bisnis budi daya ayam antara industri unggas dan peternak rakyat.

Menurut Amran, nantinya para pelaku industri harus didorong untuk lebih ke pasar ekspor hingga memberi ruang lebih besar kepada peternak rakyat untuk tumbuh. Sayangnya, ia tidak menjelaskan hal-hal teknisnya lebih jauh. Tapi, ia meyakini kalau pada dasarnya industri unggas dan peternak rakyat sepakat melakukan hal tersebut agar bisa tumbuh dan berkembang bersama.

Dampak serangkaian pertemuan pada Kamis-Jumat pekan lalu, membuat harga jual ayam kini perlahan naik. Harga saat ini sudah bergerak ke kisaran Rp 19.000 per kilogram.

Gandhi Achmad, Fahmy Fotaleno, Averos Lubis, dan Jennar Kiansantang

***

Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Muhammad Syarkawi Rauf
Bangun Industri Unggas Berbasis Rakyat

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) terus menyelidiki terkait anjloknya harga jual ayam hidup di kandang, yang mencapai Rp 8.000 sampai Rp 11.000 per kilogram, pada medio Februari lalu. Ketua KPPU, Muhammad Syarkawi Rauf menduga, hal itu terjadi karena adanya kartel yang dilakukan perusahaan untuk memainkan harga ayam. Dalam catatan KPPU, ada dua perusahaan multinasional yang menguasai pasar hulu dan hilir terkait bisnis ayam pedaging di Indonesia ini. Di antaranya adalah PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk., dan PT Japfa Comfeed Indonesia, Tbk..

Untuk membahas itu, Gatra berkesempatan mewawancarai Ketua KPPU Syarkawi Rauf, Kamis pekan lalu. Berikut petikan wawancaranya:

Kenapa persoalan unggas ini jadi persoalan yang besar?
Sebenarnya, semua berawal dari kebijakan. Ada kebijakan dari zamannya Pak SBY tahun 2009, yang cita-citanya itu sebenarnya sangat baik mau melipatgandakan konsumsi daging ayam per kapita per tahun. Dari 7 kg/kapita menjadi 15 kg/kapita pada 2014.

Alasannya apa harus dilipat gandakan ketika itu?
Daging ayam ini kan sumber protein yang sangat tinggi. Kalau dibandingkan dengan Malaysia kita kalah jauh. Malaysia itu sudah 30 kg/kapita per tahun. Makanya, butuh lompatan untuk segera memburu apa yang dicapai oleh Malaysia itu. Lalu dibuatlah Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 yang baru, pada saat itu mengganti UU Nomor 6 Tahun 1967 tentang peternakan.

Apa yang membedakan UU Nomor 18 Tahun 2009 dengan yang lama?
Perubahan yang paling fundamental adalah memperbolehkan atau mengizinkan perusahaan-perusahaan besar yang selama ini hanya bergerak di bidang pakan, vaksin, dan peralatan pendukung tentang peternakan itu juga dapat ikut masuk budi daya ternak, dan selanjutnya dijual di pasar tradisional. Sebelum tahun 2009 itu mereka itu tidak boleh masuk. Tapi kemudian diizinkan untuk melipatgandakan konsumsi daging ayam karena kalau hanya mengandalkan peternakan ayam itu tidak mungkin bisa tercapai pertumbuhan 100% lebih itu.

Cuma yang tidak diantisipasi waktu itu adalah industri turunan dari ayam. Itu yang tidak berkembang di Indonesia, sehingga pasokan ayamnya berkali-kali lipat, kita kemudian mengimpor banyak sekali grand parent stock (GPS) wujudnya ayam, bahkan kita mengimporparent stock (PS) itu bibit induk ayam. Ini yang membuat produksi DOC menjadi sangat berlimpah.

Apa impilkasi dengan meningkatnya DOC?
Nanti di peternakannya, ayam potongnya ini menjadi sangat banyak. Karena sangat banyak, harganya turun bahkan di bawah biaya pokok peternakan. Nah, itu yang membuat peternak rakyat atau mandiri itu menjadi rugi.

Seberapa besar kerugian peternak rakyat dengan munculnya beleid tersebut?
Dulu peternakan rakyat itu banyak banget. Sehingga porsinya itu terhadap seluruh industri unggas itu sekitar 80% sebelum tahun 2009. Sekarang dengan UU yang baru dari sebelumnya UU Nomor 18 Tahun 2009 menjadi UU Nomor 41 Tahun 2014 menjadi berbalik. Sebab, perusahaan-perusahaan besar itu seperti PT Charoen Pokphand Indonesia, PT Japfa Comfeed Indonesia itu menguasai 80% sementara peternakan rakyat tinggal 20%. Ini berbaliknya dalam kurun lima tahun.

Makanya, para peternak rakyat sering demo ya karena itu. Dulu mereka dominan sekarang mereka jadi sangat kecil bahkan kurang dari 20% pangsa pasarnya. Karena peternakan-peternakan besar sudah dipersilakan masuk ke pasar-pasar tradisional. Inilah problemnya.

Seberapa besar nilai bisnis ayam di Indonesia?
Unggas ini nilai bisnisnya dari hulu ke hilir luar biasa besar. Industri-industri pendukung yang terkait dengan unggas itu bisa Rp 450 trilyun. Jadi dengan nilai bisnis yang sangat besar, kita tangani perkaranya, maka tantangannya juga sangat besar.

Poin penting untuk mengatasi permasalahan semua ini?
Yang paling penting itu cara berpikir undang-undangnya. UU sekarang itu cara berpikirnya membangun industri unggas basisnya konglomerasi. Harusnya, cara berpikirnya membangun industri unggas berbasis rakyat. Paradigma itu yang harus diyakinkan ke Pak Menko Perekonomian, Darmin Nasution. Jadi menurut saya, persoalan unggas ini harus tuntas karena ini penting sekali untuk kehidupan jutaan rakyat kecil. Ini yang harus benar-benar kita bela.

Majalah GATRA Edisi  20 / XXII 23 Mar 2016

Dipublikasi di Uncategorized | Meninggalkan komentar

EKONOMI & BISNIS

Aksi Nakal Importir Jeroan

 
Meski pemerintah sudah menyetop impor jeroan sejak awal 2015, aktivitas impornya ternyata masih terus berlangsung. Jumlahnya mencapai 1.455 ton per tahun. Siapa yang bermain?

Ketua Umum Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI), Teguh Boediyana, geram. Dirinya tak habis pikir mengapa impor jeroan masih bisa berjalan. Padahal, pemerintah telah menutup keran impor daging jeroan sejak awal tahun lalu. Bahkan, Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 2 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Permentan Nomor 139 Tahun 2014 tentang Pemasukan Karkas, Daging, dan Jeroan ke dalam negeri sudah diterbitkan sejak Januari 2015. Namun tetap saja ditemukan adanya jeroan impor di lapangan.

Ia mencatat, sepanjang tahun lalu impor jeroan ternyata masih dipraktekkan. Berdasarkan data yang ada, sepanjang 2015 sebanyak 1.445 ton daging jeroan berhasil lolos. Semuanya dari Australia dan Selandia Baru. “Nilai impor dari kedua negara itu mencapai US$ 9,2 juta,” katanya kepada Gatra.

Melihat dari data tersebut, Teguh pun sangat menyayangkan kelengahan pemerintah. Seharusnya badan karantina bisa mengadakan pengecekan lalu mencegah masuknya impor jeroan itu ke Tanah Air. “Buat para importir, kan sudah pekerjaan sehari-hari, apa sih susahnya? Ini tentang berani-tidaknya,” ujarnya.

Menurutnya, pemerintah seharusnya melaksanakan peraturan itu dengan baik. Kalau ada pengusaha mengimpor jeroan, seharusnya ditindak tegas: dicabut izinnya dan dipaksa mengekspor ulang. “Nah, itu kan yang belum pernah dilakukan pemerintah. Akibatnya, peraturan itu kan cuma macan ompong saja,” katanya. “Peraturannya jelas: dilarang impor jeroan,” ia menambahkan.

Ketika ditanya lebih jauh apakah ada permainan antara importir jeroan dan institusi terkait? Teguh tidak bisa menjawabnya. “Saya nggak tahu, tanya saja Badan Karantina, Dirjen Peternakan, dan lainnya,” ungkapnya.

Ia menilai apabila jeroan bisa masuk, hal itu karena permintaan yang tinggi. Apalagi harga jeroan impor itu lebih rendah daripada lokal. Itulah yang merangsang pengusaha nekad untuk mengimpor. Sampai-sampai, Teguh curiga kalau 2016 masih ada impor jeroan yang masuk. “Saya boleh curiga dong, kalau 2015 saja aturannya masih dilanggar, pasti 2016 juga akan ada pelanggaran, karena tidak ada penindakan,” katanya.

Menurut Teguh, pedagang melihat kalau mengimpor bisnis jeroan luar ini sangat seksi, keuntungannya pun sangat besar. Namun, dari hasil impor jeroan tersebut ternyata ada dampak yang cukup luas juga ketika masuk ke Indonesia. Harga yang murah dari jeroan impor, akan menekan pejagal dan pedagang lokal sampai ke bawah. “Itu otomatis menekan harga, akhirnya yang menjadi korban terakhir adalah peternak rakyat yang nggak bisa apa-apa,” katanya.

Kebutuhan impor jeroan itu memang disesuaikan mekanisme pasar. “Selama tidak ada guncangan, sebenarnya di dalam negeri cukup,” kata Teguh. Hanya saja, kini banyak pengusaha makanan, terutama bakso, yang mencampur jeroan dengan daging, sehingga membuat tinggi permintaan.

Kepala Badan Karantina Pertanian Kementan, Banun Harpini, ketika dimintai konfirmasi olehGatra enggan berkomentar lebih jauh. “Silakan komunikasi dengan humas Barantan. Tks,” tulisnya melalui pesan singkat Senin pekan lalu. Sementara itu, pihak humas pun belum bisa memberikan keterangan.

Di lain pihak, Direktur Impor Kementerian Perdagangan (Kemendag), Indrasari Wisnu Wardhana, menjelaskan bahwa memang daging jenis jeroan atau offal (jantung) yang diatur dalam Permendag Nomor 46/2013 masuk ke dua kode HS. Pertama, Ex. 0206.22.00.00 dengan uraian barang Hati, kategori daging offal. Kemudian, Ex. 0206.29.00.00 dengan uraian barang lain-lain. “Di mana jenis HS ini dapat berupa daging offal (jantung), fancy meattanpa tulang, dan fancy meat dengan tulang,” katanya kepada Gatra.

Lebih jauh, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2015, Indrasari mengaku memang masih terdapat impor potongan daging dengan HS kode Ex. 0206.29.00.00 sebanyak 1.438,6 ton. Namun, semua itu diperlukan penelitian lebih lanjut karena di dalam kode HS tersebut tidak hanya untuk daging jenis jeroan atau offal. Tetapi terdapat juga yang masuk klasifikasi daging jenis fancy meat, yang prinsipnya masih diperbolehkan untuk diimpor sesuai rekomendasi dari Kementan.

Karena itu, ia menilai bahwa dalam melihat segala sesuatu yang terjadi, pihaknya perlu mempelajari terlebih dahulu serta mengkaji lebih dalam sesuai peraturan yang berlaku. “Jika terdapat impor jeroan yang tidak disertai dengan persetujuan impor, Kemendag akan berkoordinasi dengan kementerian teknis terkait beserta unsur-unsur penegak hukum,” kata Indrasari.

Ia menjelaskan, kalau ketentuan impor jeroan atau offal (hati dan jantung) diatur berdasarkan Permendag Nomor 46/M-DAG/PER/8/2013, yang importasinya dilakukan dengan menggunakan mekanisme persetujuan impor (PI) dari Kemendag setelah terlebih dahulu mendapatkan rekomendasi dari Kementan. Namun, Permendag Nomor 46/2013 ini telah diubah menjadi Permendag Nomor 05/M-DAG/PER/1/2016 tentang Ketentuan Impor Hewan dan Produk Hewan, yang berisikan impor jeroan tidak dapat lagi dilakukan sejak 2015.

***

Menurut sumber Gatra, pelaku impor jeroan tersebut melibatkan beberapa importir besar dan adanya keterlibatan oknum instansi terkait. Salah satunya ada nama Basuki Hariman, pemilik CV Sumber Laut Perkasa dan PT Impexindo Pratama. “Basuki ini yang banyak melakukan impor jeroan,” kata sumber tersebut.

Munculnya nama Basuki Hariman memang tidak asing lagi dalam dunia importir daging sapi. Seperti diketahui, dirinya sempat diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi dalam kasus penyuapan pengurusan kuota impor daging di Kementan senilai Rp 1 milyar pada 2013 lalu. Kasus tersebut sangat heboh, karena melibatkan oknum PKS, hingga menyeret sang Presiden PKS, Luthfi Hasan Ishaaq.

Aksi pemanggilan Basuki oleh KPK lantaran dirinya merupakan bos CV Sumber Laut Perkasa dan PT Impexindo Pratama. Kedua perusahaan tersebut sempat menjadi rekanan bisnis Kementan sebelum akhirnya digantikan oleh PT Indoguna Utama.

Ketika Gatra pun berupaya mengonfirmasi kabar ini kepada Basuki Hariman, pengusaha importir daging sapi ini langsung menyatakan dirinya menjalankan bisnis sesuai prosedur mengimpor jeroan. “Perusahaan saya mengimpor jeroan yang berizin,” katanya ketika dihubungi Gatra, Selasa siang kemarin.

Ia mengatakan ada jeroan yang boleh diimpor, dan ada yang tidak. Artinya, menurut Basuki, kalau tidak mendapat izin, tidak boleh masuk. Basuki sendiri mengaku dirinya sedang berhadapan dengan polisi, yang menanyakan hal serupa dengan Gatra. “Nanyain soal itu juga (impor jeroan),” ucapnya.

“Jangan dengar omongan orang saja. Orang ngomong banyak isu macam-macam. Terlalu banyak orang macam-macam, jadi pusing!” katanya dengan nada tinggi. Dari ujung telepon, ia pun akhirnya menyudahi percakapan, dan meminta lain waktu jika Gatra ingin mewawancarainya lebih jauh. “Orangtua saya sakit, saya mau jalan,” ucapnya singkat.

Sementara itu, Ketua Asosiasi Pengusaha Importir Daging Sapi (Aspidi), Thomas Sembiring, pun mengakui kalau urusan impor jeroan secara ilegal memang rutin. “Kan ada yang bilang dari Priok dan Sumatra (datangnya jeroan),” ucapnya kepada Gatra. Secara rutin, sambungnya, jeroan terus masuk karena dibutuhkan masyarakat. “Lihat saja industri di Jawa Tengah yang pabrik paru, kekurangan bahan nggak?” katanya.

Belum lagi, sejak tahun 2000, pengusaha bakso sudah gemar mencampur daging dengan jantung untuk baksonya, demi menyiasati harga daging yang mahal. Ternyata, menurut Thomas, konsumen malah menyukainya. “Nah, sejak itulah semakin banyak kita impor kan?” katanya. Ia mengakui bahwa masuknya impor jeroan memiliki banyak pintu masuk yang bisa disasar. “Itu masuk bisalah, bisa langsung dari pelabuhan yang tidak terlacak, ini sama saja bertanya dari mana masuknya narkoba,” ujarnya.

Namun, masuknya impor jeroan ini, menurutnya, bisa lewat dua macam cara. Pertama, pelabuhan tikus yang dimasukkan ke boks kecil-kecil. Yang kedua, mencampur dengan impor daging –meski yang kedua ini kemungkinannya kecil. “Yang masuknya lewat pelabuhan tikusnggak bisa dikatakan marak, sebab dia masuknya secara interval,” katanya.

Ia menduga, jika melalui pelabuhan tikus, masuknya dari pelabuhan kecil di Sumatera, yang hanya menggunakan boks-boks kecil yang berisi 20 kilogram. “Satu boks berisi 20 sampai 25 kilogram, masuk ke sini dengan pendingin,” ujarnya. Dari sana, bisa kemudian langsung dibawa ke Tanjung Priok, yang kemudian bisa dilanjutkan ke pihak pedagang lokal. “Ini seperti barang narkotik, diselundupkan,” ungkapnya.

Namun, meski impor jeroan ilegal marak, ia mengaku anggotanya yang tergabung dalam Aspidi tidak ada yang berani melakukan hal tersebut. “Risikonya kriminal dan dia tidak bisa dagang lagi,” katanya. Nah, kalau pun ada yang mengimpor, umumnya, menggunakan perusahaan lain. “Karena bikin PT di Indonesia kan gampang. Tiap kali masuk ganti PT. Yang jelas di pasaran itu ada (jeroan),” ucapnya.

Gandhi Achmad, Andi Anggana, Averos Lubis, dan Jennar Kiansantang

***

Impor Komoditas (Jeroan) Januari-Desember 2015

No. HS CODE SITC CODE Deskripsi Asal Negara Akumulasi berat (kg) Total Nilai (US$)
1. 0206220000 01252000 Livers of bovine animals, frozen Australia 6.960 9.637
2. 0206290000 01252000 Other edible offal of bovine animals, frozen Australia 809.307 5.055.600
Selandia Baru 629.297 4.136.359
Total : 1.445.564 9.201.596
Sumber : Data PPSKI, diolah

 

Majalah GATRA Edisi 19 / XXII 16 Mar 2016

Dipublikasi di Uncategorized | Meninggalkan komentar

LAPORAN UTAMA

Menakar Ancaman Google

 
Belum lagi dimulai, Project Loon Google sudah menuai kontroversi di Indonesia. Dikhawatirkan mengancam kedaulatan udara.

Tujuannya mulia, tapi caranya bikin waswas. Demikianlah Project Loon, atau yang lebih dikenal di Indonesia dengan sebutan balon Google. Ini adalah proyek terbaru Google yang hendak menginternetkan masyarakat dengan cara menerbangkan balon di ketinggian 20 kilometer di atas permukaan laut.

Balon itu, yang dioperasikan secara otomatis, akan mengirim sinyal internet ke permukaan bumi di bawahnya dalam radius 18 kilometer. Sinyal yang dikirim itu pun bukan lagi kategori 3G, melainkan 4G atau LTE (long term evolution).

Jadi, bagaimana caranya mendapatkan akses internet di pedalaman hutan Papua? Gampang. Bila ada balon Google di atas hutan Papua, berinternet di dalam hutan akan sama cepatnya dengan berinternet di pusat kota Jakarta.

Sejatinya, balon Google adalah base transceiver station (BTS) melayang. Dengan balon sepanjang 15 meter itu, perusahaan telekomunikasi tidak perlu lagi pusing memikirkan membangun infrastruktur untuk bisa memberikan akses internet bahkan ke pulau-pulau terpencil. Cukup si balon yang bekerja. Saat ini balon Google sudah diujicobakan di Selandia Baru, India, dan Sri Lanka.

Meski ada satu ongkos yang harus ditanggung bila negara-negara, termasuk Indonesia, hendak menggunakan teknologi ini. Mereka harus merelakan wilayah udaranya dilintasi secara bebas oleh Google.

***

Awal 2016 lalu, balon Google seharusnya mulai mengudara di Indonesia. Kehadiran balon Google di Indonesia bukan tiba-tiba. Perbincangan soal itu sudah dimulai sejak 2015. Dalam catatan Gatra, ketika Presiden Joko Widodo berkunjung ke Amerika Serikat pada Oktober 2015 lalu, dan bertemu para petinggi Google, ada pembicaraan mengenai akses internet bagi wilayah Indonesia Timur yang akan disuplai oleh balon Google.

Lalu masih pada bulan yang sama, tiga operator seluler asal Indonesia, yakni Telkomsel, Indosat Ooredoo, dan XL Axiata, mendatangani technical trial agreement balon Google. Penandatanganan itu adalah kerja sama resmi untuk uji coba balon Google di Indonesia. Penadatanganan kerja sama itu juga disaksikan oleh Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara. Rencananya, balon Google akan mulai diuji coba pada 2016.

Tapi hingga kini, balon Google belum mengudara. Bahkan uji coba loon terancam batal karena hingga kini Google belum mendapat izin teknis untuk mengudara di wilayah Indonesia. Izin itu dikeluarkan oleh Kementerian Perhubungan. “Loon Google belum mengudara karena belum mendapat izin dari Kementerian Perhubungan untuk jalur navigasinya,” kata Rudiantara kepada Gatra.

Isu lain yang juga menerpa proyek ini adalah spionase. Balon Google dikhawatirkan berpotensi dijadikan alat mata-mata asing, antara lain untuk pemetaan atau digitalisasi wilayah. Kekhawatiran itu, misalnya, disampaikan oleh mantan Menteri Perhubungan, Jusman Syafii Djamal.

Jusman, 61 tahun, yang juga mantan chief project engineer proyek pesawat N-250 produksi IPTN (kini PTDI), kepada Gatra menjelaskan bahwa “balon Google” yang akan mengudara menggunakan formasi jajaran genjang, terdiri dari empat balon di tiap titiknya. Dalam pemetaan udara, lanjutnya, formasi jajaran genjang itu lazim digunakan untuk memantau pergerakan di permukaan bumi. Itu formasi untuk tipe pemantauan (surveillance) yang lebihadvanced, karena tidak lagi sekadar menghasilkan gambar atau citra satelit. “Tapi sudah pergerakan di bawahnya. Bisa pergerakan pesawat, mobil, atau orang,” katanya.

Karena itu, Jusman meyakini bahwa ada agenda lain yang diam-diam juga diusung oleh Google. Apalagi dengan ketinggian balon Google yang cuma 20 kilometer, akurasi pemetaannya sangat tinggi. “Kalau hasil dari balon itu diaplikasikan dengan GPS atau Google Maps misalnya, yang terjadi adalah digitalisasi permukaan wilayah NKRI. Dalam undang-undang itu dilarang. Yang boleh melakukan itu hanya BIG (Badan Informasi Geospasial),” katanya. Terlebih, menurut Jusman, di Amerika Serikat sendiri balon Google dilarang mengudara dalam formasi jajaran genjang. “Ini masalah keamanan,” katanya.

Isu spionase dalam proyek balon Google ini memang sudah muncul ketika proyek ini resmi diluncurkan Google pada 2013 lalu. Situs majalah berita bulanan, The Atlantic.com, misalnya pernah menulis balon Google dibuat oleh Raven Aerostar, salah satu perusahaan pertahanan asal AS yang membikin produk seperti balon udara (untuk riset sipil maupun militer), sistem navigasi, dan radar.

Sejauh ini isu spionase dalam balon Google, terutama oleh pengamat asing, memang lebih banyak dilihat sebagai bentuk teori konspirasi. Rudiantara juga membantah soal spionase ini. Ia menjelaskan bahwa Google tidak akan menjadi operator balon-balon tersebut. Meski balon itu kepunyaan Google, mereka akan dikendalikan oleh operator lokal di Indonesia. “Pemerintah tidak akan memberikan izin Loon Google sebagai operator tersendiri di Indonesia. Itu sudah clear,” katanya.

Selain itu, menurut Rudiantara, meski ada proyek balon Google, proyek Palapa Ring I tetap akan jalan. Jadi, tidak semata bergantung kepada Google. Palapa Ring adalah proyek pembangunan jaringan serat optik nasional untuk menciptakan konektivitas telekomunikasi yang sudah dimulai sejak 2007. Proyek ini ditargetkan selesai pada 2019, berupa pemasangan jaringan serat optik di laut di darat. Total panjang kabel serat optik di laut diperkirakan mencapai 35.000 kilometer, sedangkan kabel di daratan diprediksi 22.000 kilometer.

Bila ditinjau dari segi kemanfaatan, memang tidak diragukan lagi bahwa balon Google adalah proyek yang sangat bermanfaat. Adrian Prasanto, Division Head Public Relations Indosat Ooredoo, kepada Gatra menjelaskan bahwa membangun jaringan internet di wilayah timur adalah pekerjaan besar.

Ia mencontohkan, saat ini untuk membangun sebuah BTS di wilayah Indonesia Timur dibutuhkan dana sebesar Rp 5 milyar. Selain itu, pembangunan memakan waktu. Dengan balon Google, hambatan itu bisa diatasi. “Daripada menunggu membangun tower, kan lama. Dengan loon, bisa lebih cepat dan luas,” katanya.

Sejauh ini, belum dimulainya uji coba balon Google memang makin menimbulkan spekulasi bahwa proyek itu terganjal, dan bahkan kemungkinan proyek itu akan gagal. Jusman mengklaim bahwa Presiden Jokowi sebenarnya hanya ingin Google berinvestasi di Indonesia, bukannya memasang balon. “Presiden paham dan tidak ingin menyerahkan kedaulatan negara kepada Google,” katanya.

Basfin Siregar, Averos Lubis, Aditya Kirana, dan Hayati Nupus

***

Wawancara Rudiantara, Menteri Komunikasi dan Informasi

Tak Ada Izin Khusus untuk Loon Google
Kehadiran proyek balon Google di Indonesia memang mengundang kontoversi. Muncul isu spionase atau pemetaan wilayah negara oleh perusahan asing. Menteri Komunikasi dan Informasi, Rudiantara, memang sudah membantah hal itu. Ia menjelaskan bahwa Google tidak akan menjadi operator di proyek itu. Operatornya tetaplah perusahaan lokal yang sudah menjalin kerja sama. Berikut penjelasan Rudiantara kepada wartawan Gatra, Averos Lubis.

Project Loon dinilai sebagai proyek terburu-buru. Pemerintah bersama Telkom kan sedang membuat jaringan kabel fiber untuk konektivitas di seluruh Indonesia?
Loon bila jadi, harus dibangun transmisinya atau infrastrukturnya. Berbeda dari proyek Palapa Ring. Palapa Ring tetap jalan. Pada 1 Januari 2019 semua ibu kota kabupaten dan kota madya harus terhubung dengan broadband. Distribusinya dilaksanakan oleh operator menggunakan BTS di darat. Daerah yang tidak dapat di-cover di darat atau di laut, alternatifnya menggunakan loon Google.

Loon Google bukan operator tersendiri?
Pemerintah tidak akan memberikan izin loon Google sebagai operator tersendiri di Indonesia. Itu sudah clear, dan sudah dibicarakan dengan ketiga operator (Telkomsel, XL, dan Indosat). Karena frekuensi digunakan di 900 Mhz sudah sepenuhnya dialokasikan kepada operator. Jadi, apabila loon Google mau masuk ke Indonesia semuanya di tangan operator.

Tidak khawatir ada monopoli jalur akses internet?
Loon Google tidak memonopoli jalur akses internet. Penyelengara jasa internet dan operator adalah hal yang berbeda. Operator merunut dari tatanan UU yang ada namanya adalah penyelenggara jaringan. Sedangkan penyelenggara jasa internet hanya sebagai penyelenggara jasa. Nah, penyelenggara jasa boleh membangun jaringan dan boleh menggunakan jaringan milik penyelenggara jaringan. Mereka juga bisa menggunakan jasa jaringan yang terintegrasi milik operator dan tersambung dengan loon Google sebagaisubset-nya.

Bagaimana dengan izin navigasi wilayah udara di Indonesia?
Wilayah udara ada yang mengatur, dan akan dibahas lagi. Loon Google belum akan mengudara sebelum mendapat izin dari Kementerian Perhubungan untuk jalur navigasinya. Jadi, loon Google tidak akan jalan tanpa persetujuan Kemenhub.

Mengapa hanya tiga operator yang bekerja sama dengan loon Google?
Pemerintah memang tidak akan memberikan izin khusus kepada loon Google. Mereka merupakan subset dari infrastrukur yang dioperasikan oleh operator Indonesia. Bila ini menjadi suatu isu keamanan udara, tentu Kemenkominfo membahas lebih detail lagi. Kementerian Perhubungan harus memberikan izin untuk lintas udara loon Google. Setahun lalu Kemenkominfo sudah mendukung program model akses internet dengan udara. Sepertirouter dilakukan dengan Helion. Helion pertama sudah diudarakan sekitar bulan lalu. Sedangkan untuk loon Google, itu BTS.

***

Lab X Google
Balon Google (Project Loon) bukan satu-satunya proyek teknologi tinggi sekaligus ambisius yang pernah diluncurkan Google. Sebelumnya, mereka juga sempat meluncurkan proyek seperti: mobil yang bisa berjalan sendiri, kacamata-sekaligus-smartphone (Google Glass), atau WoB (Web of Things) yang berupa integrasi benda sehari-sehari, seperti kulkas, mesin cuci, dengan internet.

Ada benang merah di antara berbagai proyek ambisius itu. Yakni, mereka semua lahir dari satu divisi yang sama, yakni Google X. Ia adalah anak perusahaan Alpahet, nama resmi perusahaan induk Google. Google X bisa dibilang sebagai divisi riset Alphabet.

Sejak didirikan pada 2010 lalu, Google X bisa dibilang telah menjadi semacam ‘ujung tombak’ penelitian teknologi Google. Sebagian bahkan menyebut Google X ibarat pesawat Enterprise dalam serial televisi Star Trex, yang misinya adalah “menjelajah ke tempat-tempat yang belum pernah didatangi sebelumnya”. “Google X secara sadar selalu melihat hal-hal yang tidak akan dipikirkan Google,” kata Richard De Vaul, salah satu karyawan Google, seperti dilansir Bloomberg.

Dalam profilnya mengenai Google X pada 2013, kantor berita Bloomberg menyebut divisi riset itu ibarat Project Manhattan, yakni divisi riset rahasia pemerintah AS yang melahirkan bom atom. Sebab, di Google X berbagai riset tercanggih dilakukan. Bedanya, Google X lebih dari sekadar lab. Ia juga perusahaan. Google X tercatat memiliki 14 anak perusahaan, yang semuanya merupakan perusahaan riset terkemuka, antara lain dua perusahaan robot, satu perusahaan turbin angin, satu perusahaan artifical intelligence, dan masih banyak lagi.

Saat ini Google X dipimpin oleh Dr. Astro Teller, doktor kecerdasan buatan dari Carnergie-Mellon University. Menurut Bloomberg, lazimnya sebuah produk terobosan akan dikembangkan dulu oleh Goggle X, dan bila dianggap lulus, baru dipasarkan oleh Google. Beberapa produk Google X yang sudah dinyatakan lulus, misalnya, Porject Loon dan Google Glass.

Basfin Siregar

Majalah GATRA Edisi 22 / XXII 6 Apr 2016

Dipublikasi di Uncategorized | Meninggalkan komentar

EDISI KHUSUS Geopark

Oh, Toba Na Sae

 

 

Pusuk Buhit menjadi tengara penting Geopark Kaldera Toba. Bukti kekayaan keanekaragaman geologi dengan budaya yang kental. Sejarah dampak humongous letusan Gunung Api Toba puluhan ribu tahun lalu menjadi modal utama Toba menuju daftar Unesco Geopark Network. Terus berbenah menuju ”Monaco of Asia” di 2019.

 

Penulis : Averos Lubis

Tengoklah Sianjurmulamula. Letaknya di antara lembah kembar Sagala dan Limbong, berlekuk di Gunung Pusuk Buhit. Lebih tinggi dari lembah-lembah sepanjang garis pantai Danau Toba. Ia adalah desa pertama, permukiman pertama masyarakat Toba. Tempat Si Raja Batak pertama menurunkan suku Batak.

Paparan itu telah di ketengahkan penyair dan pemikir kebudayaan Batak, Sitor Situmorang, dalam buku Toba Na Sae: Sejarah Lembaga Sosial Politik Abad XIII – XX (2004) yang diterbitkan Komunitas Bambu. Sastrawan yang mangkat dalam usia 91 tahun pada Desember 2014 lalu itu, memberi catatan-catatan menarik tentang peran penting Sianjurmulamula dan Pusuk Buhit dalam aroma kenangan yang kental.

Secara administratif, Desa Sianjurmulamula berada di Kecamatan Sianjurmulamula, salah satu dari sembilan kecamatan Kabupaten Samosir, Sumatera Utara. Di kecamatan ini terdapat 11 desa yang didominasi pemilik marga Nainggolan, Sihotang, Gultom dan Situmorang. Tidak mengherankan jika dalam Toba Na Sae, Sitor secara meyakinkan mengetengahkan sejumlah kesimpulan yang intim tentang interaksi masyarakatt Batak, yang mula-mula menghuni desa itu, dengan alam.

Dari sudut pandang mitologi, desa ini disebut sebagai tempat asal mula manusia diturunkan oleh penghuni dunia atas. Ada yang menempatkannya sebagai Bona Pasogit (kampung halaman) yang secara historis diakui orang Batak masa kini -dari berbagai puak– di mana pun mereka berada.

Di Sianjurmulamula ini pula Gunung Pusuk Buhit berada. Ia merupakan pusat dalam peta spiritual Toba. Dalam Toba Na Sae, Sitor mengungkapkan, sebelum pengaruh modern masuk, Pusuk Buhit merupakan kiblat tradisi dalam menggelar upacara dan ritual adat desa-desa di Toba. Ia adalah tempat doa-doa dipanjatkan dan bukit keramatnya menjadi persemayaman roh-roh leluhur pendahulu Si Raja Batak.

Warga desa sekitar Pusuk Buhit, termasuk Sianjurmulamula, masih memercayai tradisi keramat di puncak Pusuk Buhit. Bahwa di puncak gunung, cucu paling tua Si Raja Batak, yakni Raja Uti, dikembalikan oleh orangtuanya, Guru Tatea Bulan, kepada Mula Jadi Nabolon: dewa tertinggi mitologi Batak.

Raja Uti, menurut cerita orang desa, kembali muncul beratus tahun kemudian di puncak gunung dengan kesaktian mumpuni. Peziarah banyak memanjatkan doa kepada Mula Jadi Nabolon melalui Raja Uti. Syarat dasar berdoa di puncak Pusuk Buhit, peziarah harus membawa jeruk purut, daun sirih, dan telur ayam, masing-masing tujuh.

Gunung Pusuk Buhit berada di Pulau Samosir yang memiliki luas 1.419,5 kilometer persegi. Pulau Samosir terletak di tengah Danau Toba di pulau Sumatera. Sebab itu, Samosir dikenal dengan istilah ”pulau di dalam pulau”.

Sekitar 74.000 tahun silam, letusan mahadahsyat supervolcano Gunung Api Toba melahirkan danau dan Kaldera Toba yang membentang di tujuh kabupaten — Simalungun, Toba Samosir, Tapanuli Utara, Humbang Hasundutan, Dairi, Karo dan Samosir– di kawasan Danau Toba.

Karena ”keagungan” sejarah vulkanik dan fenomena pembentukan kawasannya yang sangat menarik, pada Oktober 2013, Kaldera Toba dikukuhkan sebagai Geopark Nasional dan diresmikan pada Maret 2014 oleh Presiden RI ketika itu, Susilo Bambang Yudhoyono. Kawasan Geopark Kaldera Toba memiliki 42 geosite dengan Pulau Samosir sebagai pusat etalasenya.

***

”Toot… toot… tooot….” Lamat-lamat bunyi kapal berbadan besar terdengar di ujung danau. Kapal ferry berukuran 300 GT dari Pelabuhan Tomok, Samosir, tiba di Pelabuhan Ajibata, Parapat. Suara cempreng pengeras suara dari kotak penjualan karcis memanggil satu per satu nomor pelat kendaran penumpang untuk masuk ke dalam kapal. Penumpang bersiap diri untuk kembali ke Samosir. Perjalanan menyeberang itu memakan waktu satu jam.

Bocah-bocah perenang koin Ajibata kadang ikut menebeng ke Tomok. Di kapal, mereka mencari peruntungan dengan mengamen, menyanyikan lagu-lagu pop ataupun lagu Batak. Kadang juga, setiap menerima uang koin recehan, mereka menggoda penumpang, ”Uang kertaslah, Kak,” ujar mereka dengan nada bercanda.

Sesampai di Tomok, mobil berseliweran dari dan ke Desa Marlumba, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir, melewati papan informasi berwarna cokelat: “Warisan Bumi Kawasan Geopark Kaldera Toba” yang disertai beberapa foto bukti Kaldera Toba. Lokasinya di antara jembatan berwarna kuning dan kantor Kepala Desa Marlumba.

Papan informasi itu adalah panel pertama di Geopark Toba yang berisi hal-hal mengenai pembentukan Pulau Samosir. Namun, meski wisata geopark telah dibuka, saat itu, menurut keterangan masyarakat setempat, banyak wisatawan yang tidak menyadari bahwa mereka berada di bagian cerita geologi legendaris pembentukan Kaldera Toba.

Agak jauh dari Pangururan, sekitar 45 km, tepatnya di Desa Sigulatti, berdiri ”Museum Pusat Informasi Geopark Toba”. Museum yang dibangun dengan biaya Rp 3 milyar itu hingga kini belum juga selesai penyiapan materinya dan belum di buka untuk umum. Banyak ruangan yang masih kosong melompong.

Menurut Kepala Dinas Pariwisata Samosir, Ombang Siboro, sudah ada sejumlah contoh batuan dan contoh dari site non-geologi yang disiapkan. Penyelesaiannya akan jadi prioritas karena keberadaan museum diharapkan akan meningkatkan nilai kompetitif Geopark Toba menuju daftar Unesco Geopark Network (UGN).

Di Samosir saja, menurut Ombang, tersedia tidak kurang dari 21 geosite yang memuat ”atraksi-atraksi geologi” dan budaya yang sangat bervariasi. Selain itu, ”Samosir dijadikan sebagai percontohan pengembangan ekonomi inklusi berbasis pariwisata di Sumatera Utara,” ujarnya.

Fasilitas akomodasi banyak tersedia di pulau ini, juga pusat suvenir. Situs-situs geoturismenya antara lain Batu Persidangan Sialagan. Ada juga sejumlah situs non-geologi seperti kawasan perajin Ulos dan Museum Hotabolon. Tidak ketinggalan, atraksi wayang Si Gale-gale, yang saban jam 11.30 waktu setempat siap menyambut turis di Samosir.

Pada 2015, Geopark Kaldera Toba telah diusung untuk masuk UGN. Namun gagal. Penyebabnya antara lain karena dinilai belum memiliki struktur kelembagaan geopark yang bersifat top-down. ”Intinya, perlu keterlibatan masyarakat secara lebih aktif,” kata Ombang.

Selain itu, dari sudut konservasi, kawasan Geopark Toba diliputi isu penurunan kualitas air danau sebagai penopang hidup masyarakat. Kualitas air itu menurun akibat adanya aktivitas industri di tepian danau dan karamba ikan di permukaan danau.

Prof. Dr. Ing. Ternala Alexander Barus dari Departemen Biologi FMIPA Universitas Sumatera Utara, dua tahun lalu, memaparkan hasil analisis laboratorium terhadap sampel air danau yang diambil pada waktu terjadi kematian massal ikan mas di perairan Haranggaol Danau Toba pada November 2004. Ia menyebutkan, nilai kelarutan oksigen (DO) telah turun pada nilai yang sangat rendah, yaitu 2,95 mg/l.

Tingkat pencemaran air yang tinggi itu telah direspons Pemerintah Pusat. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman RI, Rizal Ramli, baru-baru ini mengusulkan untuk menyedot semua limbah yang berasal dari industri dan karamba, yang menumpuk di dasar danau. Adanya proyek itu bakal menurunkan tingkat pencemaran dan mengembalikan kelestarian kehidupan hayati Danau Toba di masa-masa mendatang.

Selain itu, menurut Ketua Dewan Pakar Geopark Kaldera Toba, Rustam Effendi (RE) Nainggolan, Pemerintah Pusat tengah mengkaji keberadaan keramba ikan mujair milik masyarakat. Izin operasi karamba akan dibatasi dan diatur. Sebab pembudidayaan ikan dalam karamba itu telah lama menjadi mata pencaharian masyarakat. Untuk menguranginya perlu program subtitusi. ”Antara lain lewat sektor pariwisata,” ujarnya.

***

Geopark Toba berusaha terus berbenah. Dua tahun berselang setelah ditetapkan sebagai Geopark Nasional, keluar Surat Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor 188.44/5/KPTS/2016 yang diteken Plt Gubernur Sumatera Utara, Tengku Erry Nuradi, pada 7 Januari 2016. Isinya tentang pembentukan Badan Pelaksana Geopark Kaldera Danau Toba. Surat itu juga mendukung konsep pengembangan Danau Toba sebagai “Monaco of Asia” melalui Badan Otorita Danau Toba.

Pada awal Maret lalu, tujuh bupati kawasan Geopark Toba mengadakan rapat terbatas dengan Presiden Joko Widodo. Rapat menyepakati bahwa Badan Otorita Danau Toba akan membangun jalan tol Medan-Parapat sepanjang 116 Km yang rampung pada 2019. Dengan begitu, wisatawan mancanegara atau domestik yang menuju Kaldera Toba hanya menempuh jarak 90 menit dari Medan.

Dukungan infrastruktur yang lain, pemerintah memperluas Bandara Silangit yang ada di Kecamatan Siborong-Borong, Tapanuli Utara. Perluasan landasan pacu bandara akan membuka kedatangan pesawat berbadan besar dengan akses alternatif menuju kawasan Geopark Toba.

Sebagai catatan, pada 2013, atau tahun Geopark Toba ditetapkan sebagai Geopark Nasional, kunjungan wisatawan mancanegara ke kawasan ini sekitar 243.000 orang. Pada 2014, jumlah itu meningkat sekitar 4,4% atau 270.000 wisman. Pada 2015 jumlahnya masih di sekitar angka itu.

Program percepatan pembangunan infrastruktur di dalam dan menuju Danau Toba direncanakan rampung pada 2019. Saat itu, pemerintah menargetkan angka kunjungan wisman melonjak empat kali lipat ke angka 1 juta orang. Target tersebut dinilai obyektif dengan mempertimbangkan potensi Toba sebagai daerah tujuan wisata yang komplet.

Semoga semua elemen siap dan dapat bekerja sama memuliakan Danau Toba serta memberdayakan masyarakatnya. Karena pada satu sisi, dengan airnya yang tenang, Danau Toba tidak saja memanggil-manggil orang Batak untuk pulang menengok kampung halaman, namun juga mengundang para pelancong untuk datang. Oh, Toba Na Sae.

***

 

Sejarah Letusan Toba

 
Menurut geolog, Gagarin Sembiring, Gunung Toba meletus sebanyak tiga kali. Pertama pada sekitar 800.000 tahun lalu yang menghasilkan kaldera di pantai selatan Danau Toba. Letusan kedua terjadi pada 500.000 tahun lalu. Letusan ini membentuk kaldera di pantai utara Danau Toba. Dibandingkan dengan kedua letusan, letusan ketiga yang paling menggelegar.

Letusan dahsyat supervulcano Toba yang terjadi sekitar 74.000 tahun lalu menghasilkan kaldera Danau Toba dan Pulau Samosir di pantai barat daya Danau Toba. Selain itu juga terbentuk Gunung Pusuk Buhit. Gunung ini dibangun oleh lava bersusunan dasitan, dan merupakan pertanda berakhirnya letusan dahsyat ketiga.

Pusuk Buhit mengalami perubahan oleh air panas yang bersumber dari kedalaman. Lava dari Pusuk Buhit menerobos batuan dasar, yaitu batusabak yang berumur 300 juta tahun lalu. Itu merupakan bukti metasedimen, batuan yang menjadi dasar dari komplek Kaldera Toba.

Endapan danau berupa pulau-pulau kecil dan teras atau undak dengan struktur lengseran. Hal itu menunjukkan bahwa endapan danau yang belum terkonsolidasi dan melengser pada saat pengangkatan terjadi. Endapan danau yang tersingkap ke permukaan akibat pengangkatan Pulau Samosir, berbutir halus atau lempungan laminiasi tipis.

Endapan abu-abu gelap hingga putih kekuningan mengandung oksidasi besi atau limonitan sebagai material endapan paling atas membuktikan bahwa Pulau Samosir sebelumnya berada di bawah permukaan air danau.

Kaldera Toba yang lain adalah air terjun Sipiso-piso, di Desa Tongging, Kecamatan Merek, Kabupaten Karo. Itu merupakan jejak patahan yang membentuk dinding kaldera bagian dari sisa runtuhan dinding Kaldera Haranggaol yang terbentuk pada letusan periode 500.000 tahun lalu.

Gunung Toba ketika meletus mengirimkan abunya ke seantero bumi. Jutaan ton asam sulfat beterbangan menghadirkan kegelapan hampir selama enam tahun dan suhu beku sedikitnya ribuan tahun. Vulkanolog mengadopsi istilah humongous untuk letusannya, menggambarkan bencana global yang membuat kehidupan manusia tak lagi mudah.

 

Kisah Peniup Terompet Kera

 
Hutan Sibaganding dan Taman Eden 100 memperkaya khasanah keanekaragaman hayati Geopark Toba. Paduan upaya pelestarian alam dan dialog spiritual dengan leluhur. 

 
Dahulu tempat itu bernama Stasiun 23. Letaknya di Hutan Sibaganding, dekat Kelurahan Parapat, Kecamatan Girsang Sipangan Bolon, Simalungun. Pada awal hingga pertengahan 1980-an taman yang menjadi bagian kawasan wisata Danau Toba itu terkenal dengan keberadaan kera-keranya. Tapi, yang banyak dibicarakan masyarakat Parapat masa itu adalah sosok berambut gondrong yang gemar memanggil kera-kera dan siamang dengan terompet yang terbuat dari tanduk kerbau. Ia dikenal sebagai ”Tarzan”.

 
Tarzan tak lain adalah Umar Manik. Pada Masa itu, atraksinya meniup terompet untuk memanggil aneka primata dari dalam hutan Sibaganding sangat kesohor di antero Toba. Turis lokal dan bule antre menyaksikan tingkahnya yang menghibur.

 
Sejak 1984, pria yang kini berusia 64 tahun itu tinggal di taman tersebut. Namun popularitasnya sebagai pemanggil kera tidak cukup membantu, ketika pada 1996 pemerintah Kabupaten Simalungun mengambil alih dan mengelola objek wisata tersebut. Karena dianggap ilegal menduduki tanah negara, Umar diminta keluar dari kawasan tersebut. Bersama keluarganya, ia pun pindah ke Siantar.

 
Setelah Umar pindah, taman kera kehilangan ikonnya. Pengunjungnya berkurang. Jumlah wisatawan kian menyusut lagi seusai peristiwa ledakan Bom Bali, Oktober 2002. Turis lokal saja sudah jarang datang, apalagi wisatawan mancanegara. Kondisi taman pun bak pepatah, ”hidup segan mati pun jauh”.

 
Kehidupan Umar pada periode itu tidak kalah ”segan”. Itu tidak semata karena kehilangan penghasilan (yang kurang sedikit dari cukup) dari aktivitas memanggil kera. Lebih dari itu, Umar merasa sudah terikat secara spiritual dengan Hutan Sibadanding.

 

Hubungannya dengan ”opung” leluhur penunggu hutan memberinya kemampuan perdukunan. Umar mengaku, berdasarkan petunjuk ”opung” itu ia berhasil menyebuhkan beberapa tamunya dari penyakit non-klinis .

 
Opung pulalah, yang menurut Umar, menitahkan ia dan keluarganya untuk kembali ke hutan Sibaganding dan mengurusi satwa dan pohon-pohonnya. Sebab itu, pada 2008, Umar kembali ke Sibaganding.

 

Kini, taman itu bernama Taman Wisata Kera Toba Dream. Sejak dua tahun lalu, taman dikelola Yayasan Toba Dream pimpinan Monang Sianipar. Yayasan ini bergiat dalam isu pelestarian lingkungan dan budaya Batak.

 

Meski tidak seramai ”Stasiun 23” dulu, geliat pengunjung mulai tampak. Terutama di hari libur dan libur panjang, puluhan pengunjung -termasuk wisman– datang ke Taman Wisata Kera untuk melihat aksi Umar.

 

Sebelum langit mendung, Umar menyiapkan terompetnya. ”Tottrowtrowuet !” bunyi terompet tandung itu nyaring terdengar. Lalu ia berteriak merapalkan mantra panggilan ”Marikkati tuson Hatop mijur tuson Asa mangan hita ( Ayo, berduyun-duyun kemari, cepat turunlah ke sini, kita mau makan).”

 

Puluhan monyet datang berduyun-duyun. Umar mengeja nama beberapa di antara mereka: Patra, Bruno, Bohel, dan Rambo. Seekor siamang menyusul bergelantungan dari pohon. ”Nelly sini kau cepat datang ada pisang ini,”Umar memanggilnya.

 

***

 

Situs keanekaragaman hayati kawasan Geopark Toba tidak hanya Taman Wisata Kera Toba Dream. Yang juga populer adalah Taman Eden 100. Taman ini terletak di Desa Lumban Rang Sionggang Utara, Kecamatan Lumbar Julu, Kabupaten Toba Samosir.

 

Situs ekowisata seluas 40 hektare ini dibangun pada 1999 dan dikelola Marandus Sirait, 49 tahun. Isinya bermacam-macam. Antara lain, lahan kebun produktif untuk tanaman seperti stroberi, jeruk, dan markisa. Di dalam taman ini terdapat Taman Konservasi Anggrek Toba yang dibangun pada Februari 2009, dan tidak ketinggalan ada pula pohon-pohon khas Toba yang langka.

 

Menurut Marandus, tiap menanam pohon khas Toba, selalu disertai umpasa atau perumpamaan berisi pesan positif. Semisal umpasa saat menanam pohon Bintatar. ”Bintatar perdindingan, simartolu parkopkopna,” ucapnya. Artinya adalah kayu dari pohon Bintatar itu untuk kayu dinding rumah, kayunya cocok sebagai pengikatnya atau penjempitnya.

 

Lain hal dengan pohon Jior. Pohon ini kayunya dimanfaatkan untuk membuat serunai, alat musik petik khas Toba, semacam kecapi. ”Memet bulung ni jior, oh memetan bulu ni bane-bane. Leket si batigor ulekettan si maendame,” ucap Marandus. Artinya, kecil daunnya pohon jior, lebih kecil daunnya pohon bane-bane. Bagus menegakkan kebenaran, tapi lebih bagus pembawa damai.

 

Ada pula pohon sampinur tali dan sampinur bunga, pohon bernilai tinggi. Corak kayunya ibarat pohon jati, bagus untuk bahan membuat perabotan rumah. Itu pohon terbaik pertama dan kedua di Toba ”Biasanya, orang Batak yang kaya yang memilikinya. Karena mengambil kayunya harus ke hutan Bukit Barisan di antara perbatasan Tobasa dan Simalungun,” ujarnya.

 

Banyak lagi umpasa untuk pohon-pohon khas Toba yang ditanam di Taman Eden 100. Marandus berharap, langkah pelestarian pohon-pohon itu berguna, tidak saja untuk menopang kelestarian lingkungan, namun juga untuk pengetahuan dari generasi ke generasi. Juga bermanfaat bagi satwa-satwa penghuni hutan-hutan di Toba.

 

Seperti kera-kera ”milik” Umar di Hutan Sibaganding. Mereka menyukai buah dari pohon andaliman. Buah itu biasanya digunakan sebagai bahan rempah atau bumbu dalam pengolahan makanan masyarakat setempat.

 

 

Jejak Guru Tatea Bulan

 

Kawasan Samosir terus berbenah. Aspek wisata legenda, sejarah dan kebudayaan Batak dijadikan prioritas. Harian Boho ramai karena wasiat Sitor. 

 

Alkisah, seusai berseteru di Banua Ginjang (dunia atas kediaman para dewa). Siboru Deak Parujar kembali bertemu dengan Siraja Odap-Odap di bumi. Keduanya menjadi suami-istri dan melahirkan pasangan manusia pertama di bumi. Raja Ihat dan Itam Manisia.

 

Generasi pertama dari pasangan mula di bumi itu adalah Raja Miok-Miok, Patundal Na Begu dan Si Aji Lapas Lapas. Dari ketiganya, hanya Raja Miok-miok yang memiliki keturunan, yaitu Engbanua. Dari keturunan Engbanua beberapa generasi itulah lahir Si Raja Batak; leluhur orang Batak yang berdiam Sianjurmulamula. Marga-marga Batak sekarang ini berasal dari keturunan Si Raja Batak.

 

Salah satu versi cerita masyarakat, Si Raja Batak mempunyai dua putra, yaitu Guru Tatea Bulan dan Raja Isombaon. Menurut Tarombo, Guru Tatea Bulan disebut juga Guru Tatean Bulan atau Guru Hatia Bulan, artinya tertayang bulan. Masyarakat di Desa Sianjurmulamula meyakini, Guru Tatea Bulan adalah leluhur yang suci.

 

Keturunan dari Guru Tatea Bulan disebut sebagai Golongan Bulan. Guru Tatea Bulan mendapat warisan Pustaha Laklak atau Pustaha Nagok. ”Berisi tentang perdukunan, pencak silat dan bela diri dari Si Raja Batak,” ujarnya, Minggu 14 Februari.

 

Jejak keturunan Guru Tatea Bulan itu terpapar di sebuah bangunan yang disebut Sopo Guru Tatea Bulan. Sopo atau rumah itu terletak di Bukit Sulatti, Desa Sianjurmulamula, Kabupaten Samosir. Atap merah rumah Guru Tatea Bulan menjulang melindungi sejumlah patung kendaraan Si Raja Batak: naga, gajah, singa, harimau dan kuda. Masuk agak ke dalam rumah, wisatawan akan melihat puluhan patung keturunan Si Raja Batak.

 

Sopo tersebut adalah bagian dari situs keanekaragaman budaya Geopark Toba yang dibangun pada 1995. Di rumah itu pelancong dan peziarah memanjatkan doa. ”Sopo ini ibarat tempat pertemuan antara nenek moyang dan cucunya,” ujar Pasaribu, salah seorang juru kunci Sopo Guru Teta Bulan.

 

Mitologi, adat-istiadat dan ritual masyarakat menjadi atraksi utama dalam presentasi kebudayaan di lingkup Geopark Toba. Selain Sopo Guru Tetea Bulan, yang tidak kalah terkenalnya adalah situs Batu Hobon. Letaknya di kaki Gunung Pusuk Buhit, tepatnya di Desa Limbong Sagala.

 

Batu Hobon berdiameter sekitar satu meter dengan bagian bawah berongga. Masyarakat setempat percaya bahwa rongga itu buatan tangan Raja Uti, cucu Si Raja Batak. Fungsinya untuk menyimpan benda-benda pusaka orang Batak dan kitab yang berisi ajaran dari leluhur.

 

Warga desa meyakini, Batu Hobon tidak dapat dibuka secara sembarangan. Bahkan jika coba di buka dengan bahan peledak pun, batu itu bergeming. Batu Hobon baru terbuka dengan sendirinya ketika keturunan Si Raja Batak beramai-ramai datang dan berdoa di batu petilasan Raja Uti tersebut.

 

Pada 2009, pemerintah Kabupaten Samosir bersama Lembaga Konservasi Situs dan Budaya Samosir menggelar Mangase Taon atau pesta mengawali tahun baru dalam kalender Batak Toba di Batu Hobon. Upacara simbolis itu menandai komitmen Pemkab Samosir untuk melakukan pendekatan budaya dan lingkungan hidup dalam membangun wilayah Samosir.

 

Komitmen itu diucapkan sebagai janji di Batu Hobon. Yang mengucapnya adalah Bupati Samosir saat itu, Mangindar Simbolon. Disaksikan ribuan warga dan semua Raja Bius (gabungan/konfederasi antarkampung) dari sembilan kecamatan yang ada di Samosir. Disertai pula ritual Mangalahat Horbo Bius atau memberi persembahan kerbau untuk Mula Jadi Nabolon (Sang Kuasa). Batu Hobon dipilih karena nilai kesakralan dalam budaya Batak.

 

Menunggu Museum Seni Sitor

 

Sitor Situmorang dimakamkan di desa kelahirannya, Harian Boho. Terlihat kayu berwarna kuning berukuran 4×4 meter sebagai pembatas kuburan. Salib dari kayu terpancak di pusara makam dengan nama Raja Usu Sitor Situmorang dan Tio Minar Situmorang Boru Gultom, istri pertamanya.

 

Menurut kemenakan Sitor, Anita Situmorang, sebelum mengembuskan napas terakhir pada 21 Desember 2014 di Belanda, pamannya berwasiat untuk dimakamkan di Harian Boho. Biasanya hanya para seniman dan budayawan dari Indonesia dan Eropa saja yang berziarah memberi penghormatan pada Sitor. Belakangan, kata Anita, turis-turis dari Belanda, Jerman dan Australia datang menjenguk Sitor di peristirahatan terakhirnya.

 

Lambat tapi pasti, lanjut Anita, Harian Boho menunjukkan potensinya sebagai situs wisata seni dan kebudayaan. Karena itu, beberapa budayawan berencana membangun Museum Seni Sitor untuk menghormati sang maestro sajak. ”JJ Rizal budayawan Betawi dan Thompson HS budayawan Opera Batak sedang merancang pembangunannya,”ujarnya.

 

Saat jasad Sitor diturunkan ke liang kubur pada 1 Januari 2015, Logo Situmorang, anak Sitor, membaca sajak ”Tatahan Pesan Bunda” dengan khidmat. Bila nanti ajalku tiba/ Kubur abuku di tanah Toba/ Di tanah danau perkasa/ Terbujur di samping Bunda/ Bila ajalku nanti tiba/ Bongkah batu alam letakkan/ Pengganti nisan di pusara/ Tanpa ukiran tanpa hiasan/ Kecuali pesan mahasuci/ Restu Ibunda ditatah di batu/ Si Anak Hilang telah kembali!/ Kujemput di pangkuanku!

 


Majalah GATRA Edisi  22 / XXII 6 Apr 2016

Dipublikasi di Uncategorized | Meninggalkan komentar

LAPORAN UTAMA

Asap Membubung, Ekonomi Limbung

Kebakaran hutan yang kian meluas berdampak pada sektor ekonomi. Meski belum ada nilai pasti, kerugiannya lebih dari Rp 20 trilyun.

Suasana tak umum tampak di Kampoeng Radja, Simpang Rimbo, sekitar 15 kilometer dari pusat kota Jambi pada Ahad lalu. Lahan parkir kendaraan yang biasanya penuh, hari itu tampak lengang. Pun demikian dengan beragam wahana bermain di dalamnya, sepertigokart, komedi putar, pinball, hingga flying fox, saat itu tak beroperasi. ”Sejak pagi hingga siang, tak seorang pun pengunjung datang ke tempat kami,” kata Direktur Operasional Kampoeng Radja, Rismawadi, kepada Gatra.

Sepinya pengunjung di salah satu tempat rekreasi favorit di Jambi tersebut tak lepas dari kebakaran hutan yang melanda sebagian wilayah Sumatera, tiga bulan terakhir. Di Jambi, per hari Minggu lalu, jumlah titik api mencapai 111 spot. Angka itu meningkat cukup drastis dibandingkan dengan sepanjang minggu lalu, yang 40-60 titik. Hal ini menyebabkan jarak pandang di Jambi turun. Yang terparah terparah pada Sabtu-Minggu lalu, yang hanya 300-500 meter. Selain itu, indeks standar pencemaran udara rata-rata 300 particles per million, yang terkategori berbahaya.

Itulah yang membuat Kampoeng Radja sepi pengunjung. ”Sejak awal September, kami sepi pengunjung karena asap,” kata Rismawadi. Penurunan jumlah pengunjung di Kampoeng Radja ini sangat signifikan. Menurut Rismawadi, tiap hari libur seperti Sabtu-Minggu dan hari-hari besar nasional, dalam sehari pengunjungnya 1.000 orang lebih. ”Sekarang untuk bisa sampai 200 orang saja sangat sulit,” katanya.

Dengan fakta tersebut, di hari libur sejak September sampai sekarang, artinya pengunjung yang datang berkurang sekitar 800 orang. Satu tiket harganya Rp 50.000. Artinya, potensi kerugian Kampoeng Radja Rp 40 juta per hari. Itu hanya di hari libur dan dari tiket.

Untuk mengatasi hal tersebut, pihak manajemen memberikan diskon. Bagi anak-anak, potongannya Rp 25.000. Untuk dewasa dikorting Rp 10.000. Namun, hal ini tak banyak membantu. ”Tempat kami masih saja sepi,” katanya. Kalau kondisi seperti itu terus berlangsung hingga Desember, menurut Rismawadi, bukan tidak mungkin pihaknya bakal mengurangi jumlah pekerja.

Setali tiga uang, di Palembang, Sumsel, akibat bencana asap, sektor pariwisata mengalami kerugian. Amanzi Waterpark, merasakan betul dampak asap yang tak kunjung mereda ini. Menurut Head of Operational Amanzi Waterpark, Wawan Setiyono, dalam dua bulan terakhir, pengunjung tempat rekreasi air terbesar di Sumsel itu melorot hingga 50%.

Biasanya, di hari libur jumlah pengunjungnya bisa lebih dari 1.000 orang. Namun kini tidak sampai 500 orang. Lebih parah lagi di hari-hari biasa, total pengunjungnya tidak sampai 150 orang. Padahal, biasanya 400-an orang. Harga tiket masuk Amazi Waterpark bervariasi, Senin-Jumat Rp 50.000, Sabtu Rp 75.000, dan Minggu Rp 100.000.

Bila dirata-rata harga tiket Rp 75.000 saja dengan potensi pengunjung berkurang di angka 250 orang, artinya dalam dua bulan terakhir Amazi Waterpark kehilangan pemasukan Rp 18,75 juta per hari. Bila dikalikan 30 hari, setidaknya potensi yang lepas itu lebih dari Rp 562 juta sebulan. ”Pengunjung banyak yang takut dengan kabut asap karena berpengaruh bagi kesehatan,” kata Wawan.

Untuk mengurangi potensi kerugian lebih besar, kini pihak manajemen mengurangi jam operasional Amanzi. Biasanya, wahana ini buka pada pukul 8 pagi dan tutup 18.00. Namun, sejak jumlah pengunjung menurun, pihak manajemen membuka wahana bermain lebih siang, yakni pukul 10 dan tutup lebih awal 16.00. Sedangkan untuk membetot pengunjung, pihak manajemen memberi diskon setengah harga untuk hari Jumat. Tapi toh nyatanya, taktik ini tidak berhasil. ”Itu masih tidak menutupi biaya operasional yang dikeluarkan,” kata Wawan.

Sektor perhotelan di daerah Palembang juga limbung terkena asap. Menurut catatan Penghimpunan Hotel dan Restoran di Indonesia (PHRI) Sumsel, tingkat hunian hotel selama dua bulan terakhir menurun hingga 15%. Penurunan ini tamu dari luar Palembang yang membatalkan pemesanan. ”Jelas pengaruh sekali asap ini. Banyak event-event jadi batal,” kata Ketua Badan Pimpinan Daerah PHRI Sumsel, Herlan Asfiudin.

***

Penurunan jumlah wisatawan ini sangat dipengaruhi oleh jadwal penerbangan. Banyak agen travel yang ketiban buntung akibat kebakaran hutan. Trans Global Tours di Jambi, contohnya. Bila sebelum berkalang kabut, dalam sehari mereka bisa menjual 50 tiket, kini tinggal 10 tiket. Setidaknya, kata Nilawaty Suhendri, pemilik Trans Global Tours, kerugian rata-rata mencapai Rp 50 juta per hari.

Nilawaty bukan satu-satunya agen travel yang mengeluhkan bisnisnya seret karena asap. Penurunan omzet itu juga dirasakan secara merata oleh sekitar 70 pengusaha travel di Jambi. Bukan hanya itu, di dua provinsi lain di Pulau Sumatera, Palembang dan Riau, hal yang sama juga dirasakan.

Menurut catatan Association of the Indonesia Tours and Travel Agencies (Asita), akibat kebakaran hutan di Sumatera saja, setidaknya terjadi penurunan jumlah wisatawan hingga 80%. Hal ini disebabkan, beberapa destinasi utama terkena dampak kebakaran hutan. Di Sumatera, misalnya, meski hanya beberapa provinsi yang terbakar, dampak asap juga berpengaruh ke daerah lain.

”Saya melihat ini ada pembatalan domestik maupun internasional. Selain itu, kebakaran hutan ini juga mengganggu sirkulasi barang dan jasa yang berkaitan dengan industri pariwisata,” kata Ketua Umum Asita, Asnawi Bahar, kepada Gatra.

Berdasarkan perhitungan dia, lalu lintas penerbangan di Sumsel, Jambi, Riau, Sumatera Barat, dan Sumatera Utara dalam kondisi normal mencapai 5.000 orang per hari. Akibat bencana ini, Asnawi memperkirakan, pergerakan para pengunjung di lima provinsi tersebut kini tinggal 20%. Penerbangan internasional langsung ke beberapa destinasi juga berkurang. ”Seperti Sumbar yang kaya tempat wisata, meski tidak ada asap, tapi itu (wisatawan) tetap berkurang,” kata dia.

Asnawi mengilustrasikan, dari empat-lima bandara itu jika penurunannnya hingga 80%, tinggal sekitar 1.000 pergerakan per hari. Misal, dalam satu paket perjalanan tiga hari dua malam itu seharga Rp 1,7 juta, maka akan ada kerugian sekitar Rp 6 milyar per hari. ”Ini kerugian kan sudah berbulan-bulan. Belum lagi dampak dari petani, hotel dan lain sebagainya. Ini memengaruhi laju pendapatan,” ujar Asnawi, menyayangkan.

Itu baru di Pulau Sumatera. Belum lagi di Kalimantan dan kini merambat hingga Sulawesi, Maluku dan Papua. Di Kalimantan, menurut Asnawi, banyak wisatawan yang ingin datang ke pulau dengan jumlah hutan terluas di Indonesia tersebut, untuk melihat orang utan. Namun, akibat kebakaran hutan, banyak yang batal berkunjung. Belum lagi di Papua dengan Raja Ampat-nya. ”Jangka panjang ini memengaruhi target-target capaian wisatawan asing dan domestik,” ujar dia.

Target wisatawan mancanegara (wisman)tahun 2015 yang ditetapkan, kata Asnawi, adalah 10 juta orang. ”Bahkan Menteri Pariwisata sempat mengatakan 12 juta,” kata dia. Sebagai catatan, pada 2014, jumlah wisman yang berkunjung ke Indonesia sebanyak 9,4 juta orang. Sedangkan pemasukan negara dari sektor pariwisata mencapai US$ 10 milyar. Namun dengan kondisi ini, Asnawi pesimistis target itu bakal tercapai. ”Kemarin saja baru tercapai 8,6 juta (wisman).”

Secara nasional, daerah-daerah yang terkena kebakaran dan asap itu, dalam kondisi normal, berkontribusi sampai 20% pergerakan wisatawan. Sedangkan untuk Sumatera, destinasi utamanya adalah ke Batam, yang mencapai 2 juta penerbangan per tahun. Sementara empat provinsi lain di Sumatera mencapai satu juta pergerakan.

Soal penerbangan juga dikeluhkan semua maskapai nasional. Menurut Ketua Indonesian National Air Carrier Association (INACA), Arif Wibowo, kebakaran hutan ini menimbulkan kerugian berarti bagi pihak maskapai. ”Besar sekali dampaknya karena kita banyakopportunity lost. Penerbangannya banyak yang cancel, reschedule, postpone, delay dan sebagainya,” kata Arif kepada wartawan Gatra, M. Afwan Fathul Barry.

Arif tidak menyebutkan angka kerugian. Namun Chief Executive Officer Garuda Indonesia ini mengilustrasikan kerugian yang dialami Garuda Indonesia. Pada September 2015, Garuda gagal menerbangkan 120.000 penumpang karena harus cancel flight akibat kebakaran hutan. Bila satu tiket seharga Rp 500.000 saja, kerugian Garuda mencapai Rp 60 milyar.

Kerugian tersebut memang tak terhindarkan. Alasannya, tentu demi keselamatan penumpang. Pasalnya, jarak pandang di berbagai daerah yang terjadi kebakaran hutan hanya 500 meter. Angka tersebut tak bisa mencapai minimum jarak pandang pesawat komersial. ”Jarak pandang minimal pilot bisa mendarat adalah 1.000 meter,” kata Arif.

***

Sektor lain yang terkena dampak kebakaran hutan adalah perdagangan. Menurut Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Riau,kerugian ekonomi akibat kebakaran hutan di Provinsi Riau lebih dari Rp 20 trilyun. Estimasi tersebut dengan memperhitungkan bencana asap yang melumpuhkan ekonomi Riau sejak Agustus. ”Kalau menggunakan metode penyusutan produk domestik regional bruto Riau, terjadi penyusutan sekitar 8% atau potential loss-nya sekitar Rp 20 trilyun,” kata Viator Butarbutar, Wakil Ketua Umum Kadin Riau.

Secara nasional, hingga kini belum ada estimasinya. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) beberapa kali menghitung nilai kerugian. Perhitungan tersebut didapat dari perbandingan angka pendapatan domestik bruto (PDB) sebuah provinsi sebelum dan pada bulan-bulan saat kabut asap menyelimuti daerah itu.

PDB merupakan indikator ekonomi suatu daerah. PDB itu mencangkup nilai keseluruhan semua barang dan jasa yang diproduksi suatu wilayah dalam suatu jangka waktu tertentu, biasanya satu tahun. Maka, anjloknya wisatawan, penurunan jumlah layanan pesawat, rendahnya hunian hotel, kemerosotan transaksi perdagangan dan sebagainya, akan tercermin dalam PDB.

Dengan kebakaran yang belum padam, bahkan cenderung meluas ke beberapa pulau, hingga saat ini BNPB tidak dapat menyebutkan secara pasti jumlah kerugian yang diakibatkannya. Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Data dan Informasi BNPB, memberikan gambaran kebakaran hutan pada tahun sebelumnya. Pada 2013, kerugian ekonomi mencapai Rp 10 trilyun. Lalu pada kebakaran hutan 2014, jumlah kerugiannya meningkat, dua kali lipat. Angka Rp 20 trilyun itu pun hanya di satu propinsi, Riau, yang ketika itu paling parah terkena dampak kabut asap.

Fakta bahwa pada 2015 ini kebakaran hutan semakin meluas di beberapa daerah, maka menurut Sutopo, nilai kerugian akibat si jago merah ini lebih dari Rp 20 trilyun. ”Daerah yang berdampak lebih luas dan lebih lama. Perkiraan awal, pasti lebih dari Rp 20 trilyun,” katanya kepada Gatra, beberapa waktu lalu.

Itu pun, menurut Sutopo, baru sebatas penghitungan kerugian ekonomi dari sisi PDB. Belum lagi kerugian dari sisi lain, seperti dampak lingkungan, kesehatan, pendidikan, dan emisi karbon. Karena itu, kebakaran hutan harus diatasi sesegera mungkin. ”Kerugian ekonomi kebakaran hutan itu memang terbesar bila dibanding bencana lain,” katanya.

Andya Dhyaksa, Taufiqurrohman, Averos Lubis, Noverta Salyadi (Palembang), dan Jogi Marulita Sirait (Jambi)

Majalah GATRA Edisi  51 / XXI 28 Okt 2015

Dipublikasi di Uncategorized | Meninggalkan komentar

EKONOMI & BISNIS

Tangan Asing untuk Hilirisasi

Menteri Susi Pudjiastuti berencana mengundang investor asing untuk menanamkan modal di sektor pengolahan ikan. Terbentur regulasi yang tidak mengizinkan asing berinvestasi penuh. Kontinuitas bahan baku masih meragukan.

Bos dan anak buah setali tiga uang. Seperti Presiden Joko Widodo, yang kerap mengundang investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti juga membuka pintu lebar-lebar bagi pihak asing untuk berinvestasi di sektor perikanan, khususnya pengolahan produk hasil laut.

Aspirasi ini terlontar dari Susi September lalu. Ia menyatakan keinginannya agar investor asing bisa menanamkan modal hingga 100% di sektor pengolahan ikan. Sepintas keinginan ini terdengar inkonsisten karena beberapa saat setelah menjabat sebagai Menteri, Susi melarang pihak asing menangkap ikan di laut Indonesia. Ia pun memoratorium izin kapal penangkap ikan berbendera asing.

Kepada Gatra, Susi mengungkapkan bahwa sebenarnya yang ia inginkan adalah penangkapan ikan dilakukan oleh Indonesia saja. Sedangkan pengolahan boleh dilakukan oleh siapa pun, termasuk pengusaha asing. ”Lebih baik asing yang bangun pabrik,” ucap Susi. Selama ini, Susi menilai penangkapan ikan oleh asing adalah bentuk pelanggaran UU Nomor 45/2009 tentang Perikanan, khususnya Pasal 25C yang menyatakan pemerintah bertugas membina dan memfasilitasi berkembangnya industri perikanan nasional dengan mengutamakan penggunaan bahan baku dan sumber daya manusia dalam negeri.

Usaha lain Susi untuk mencegah asing menangkap ikan di Indonesia adalah mengusulkan pencabutan Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2002 tentang Usaha Perikanan yang mengizinkan kapal asing menangkap ikan di Indonesia. ”Saya sudah bicara dengan Pak Presiden agar PP tersebut dicabut,” ucap Susi ketika ditemui Gatra di rumah dinasnya di kawasan Widya Chandra, Jakarta Selatan, Jumat pekan lalu.

Ia sadar bahwa mengundang asing untuk bisnis pengolahan ikan bukanlah hal mudah. Ketika ia menyatakan niatnya ke Komisi IV DPR yang membidani perikanan, beberapa waktu lalu, Susi juga mendapat penolakan, bahkan melabelinya menteri pro-asing. Susi beralasan, sektor penangkapan ikan yang merupakan hulu memang harus dikuasai sepenuhnya oleh Indonesia. Sedangkan pengolahan atau hilirisasi boleh dimasuki semua pihak, tak terkecuali investor asing.

Di luar hadangan politis, ada juga hambatan dari segi regulasi. Berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2014 tentang daftar bidang usaha yang tertutup dan yang terbuka dengan persyaratan di bidang modal –atau kerap disebut daftar negatif investasi (DNI)– investor asing tidak boleh memiliki 100% saham di bidang pengolahan ikan. Kepemilikan oleh asing dibatasi maksimal 40%. Investor asing, kata Susi, saat ini ogah membangun pabrik pengolahan ikan di Indonesia karena maksimal kepemilikan mereka hanya 40%, sehingga mereka tak bisa memiliki kontrol kuat atas pengelolaan pabrik.

Agar rencananya lancar, Susi sudah membicarakan hal ini dengan kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Franky Sibarani. Tapi berhubung DNI diatur oleh Perpres, maka pihak BKPM pun, kata Susi, tidak bisa mencabutnya.

Susi juga sudah mengumpulkan pengusaha ikan asal Indonesia untuk menjelaskan rencananya tentang investasi asing di bidang pengolahan ikan. Namun, sejauh ini ia belum melihat ada minat dari investor luar negeri. Alih-alih, ia berpendapat para pengusaha asing lebih suka masuk lewat jalur belakang dengan cara mendompleng nama pengusaha dalam negeri. Karena itu, dalam forum bersama pengusaha dalam negeri, ia menyatakan harapannya agar mereka masih punya rasa nasionalisme. ”Intinya mereka jangan manuver macam-macam,” katanya.

Keterangan yang agak berbeda disampaikan oleh kalangan pengusaha. Di mata Ketua Gabungan Pengusaha Perikanan Indonesia (GPPI), Herwindo, peluang 100% investasi asing di sektor pengolahan ikan sangat tidak mungkin. Menurutnya, syarat utama agar seseorang mau berinvestasi di pengolahan adalah kepastian aliran bahan baku. ”Setidaknya 50% bahan baku harus dikuasai sendiri supaya dapat dikontrol,” kata Herwindo kepada Gatra.

Konsekuensi penguasaan 50% bahan baku itu adalah kepemilikan armada penangkap ikan. Padahal saat ini, asing tidak diizinkan memiliki armada tangkap. Ia melanjutkan, bila harga bahan baku diharapkan dari nelayan, pengusaha akan mengikuti harga ikan yang terus berubah dari nelayan. ”Semisal hari ini harga ikan 10 perak, besoknya harga ikan berubah 15 perak. Ya, pengusaha akan mati dong,” ujarnya.

Pendapat senada disampaikan oleh Ketua Bidang Perikanan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Thomas Dharmawan. ”Bahan baku adalah syarat utama industri,” katanya. Bila memang Pemerintah ingin membuka pintu agar pihak asing masuk ke dalam sektor pengolahan ikan, Pemerintah juga harus memastikan agar pabrik mendapat kontinuitas pasokan bahan baku. ”Pemerintah juga harus bertanggung jawab agar industri pengolahan dapat hidup,” kata Thomas.

Herwindo dan Thomas memandang tindakan Susi yang memoratorium izin kapal penangkap ikan asing telah membuat pengusaha luar negeri enggan berinvestasi lagi di sektor perikanan Indonesia. ”Investasi asing di produk perikanan non sense,” ucap Herwindo.

Amat disayangkan bila prediksi pengusaha itu benar. Padahal, keberadaan asing amat dibutuhkan untuk memperbanyak industri pengolahan ikan di dalam negeri. Jika industri pengolahan tumbuh subur, Indonesia mendapatkan keuntungan dari nilai tambah ekspor dan lapangan pekerjaan. “Industri pengolahan ikan kan mempekerjakan orang kita juga,” tukas Susi.

Menurut data Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) KKP, investasi pengolahan ikan masih didominasi oleh modal dalam negeri dengan bidang usaha pembekuan, pengolahan, dan pengalengan. Sejak lima tahun belakangan, investasi di sektor pengolahan ini mengalami pertumbuhan rata-rata 20,6% per tahun.

Di tahun 2011, investasi pengolahan ikan di Indonesia masih bernilai sejumlah Rp 1,5 trilyun. Tahun ini, KKP menargetkan investasi sebesar Rp 3,2 trilyun. Dengan tren demikian, Susi menaksir, ada 100 lebih pabrik pengolahan ikan yang bisa dibangun tahun depan. Selain itu, ada 20 pabrik pengolahan rumput laut.

Cavin R. Manuputty dan Averos Lubis

Majalah GATRA Edisi 51 / XXI 28 Okt 2015

Dipublikasi di Uncategorized | Meninggalkan komentar

EKONOMI & BISNIS

Tahun Berat Industri Asap

Target baru pendapatan cukai ditentang oleh industri rokok. Kepastian hukum serta tertib adiministrasi keuangan negara menjadi alasan. Ditengarai untuk menambal defisit target pendapatan cukai.

Industri rokok seperti tersengal-sengal menatap tahun 2016. Dimulai saat Rencana Anggaran Pendapatan Belanja Negara 2016 diumumkan Agustus lalu. Di dalamnya, industri rokok dipatok menyumbang cukai Rp 148,9 trilyun. Angka tersebut naik sekitar 23% dari target di APBN sebelumnya yang cuma Rp 120,6 trilyun. Secara total, pendapatan bea dan cukai negara dalam RAPBN 2016 ditargetkan Rp 197,3 trilyun.

Target itulah yang membuat pelaku industri rokok terbelalak. Menurut mereka, acuan kenaikan cukai 2016 tidak masuk akal karena didasarkan pada target di APBN Perubahan 2015, yakni Rp 139,1 trilyun. ”Target awal sudah berat, lalu malah direvisi jadi makin besar,” kata Sekretaris Jenderal Gabungan Asosiasi Perserikatan Perusahaan Rokok Indonesia (Gappri), Hasan Aoni Azis, kepada Gatra.

Kenaikan target itu pun dinilai tidak realistis karena tren kenaikan cukai 7%-9% selama lima tahun terakhir sudah menghambat perkembangan industri rokok. ”Bisa makin banyak terjadi penutupan pabrik dan buruh yang di-PHK,” kata Hasan. Berdasarkan data Gappri, terjadi penurunan jumlah pabrik rokok yang signifikan dalam empat tahun terakhir. Dari 1.994 pabrik di tahun 2010, kini menjadi 995 pabrik di 2014.

Kelesuan industri rokok juga tercermin dari pemesanan pita cukai hasil tembakau periode Januari-Mei 2015, yang turun 12,5% dari periode yang sama pada tahun sebelumnya, yakni dari 147,8 milyar batang menjadi 129,3 milyar batang. ”Ini tahun kedua volume industri turun terus-menerus,” tutur Hasan.

Selain itu, Hasan juga mengingatkan bahwa angka Rp 139,1 trilyun di APBN-P 2015 merupakan hasil dari terbitnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 20 Tahun 2015 tentang Penundaan Pembayaran Cukai. Dalam beleid yang diteken Februari tersebut, pengguna pita cukai, seperti industri rokok, diharuskan membayar cukai pesanannya dua bulan di muka. ”Jadi, pendapatan cukai 2015 itu sebenarnya 14 bulan,” kata Hasan. Pada aturan sebelumnya, yakni PMK 69 tahun 2009 industri rokok masih diperkenankan menunda pembayaran cukai maksimal dua bulan.

Menurut ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo), Muhaimin Moeftie, pabrik rokok memesan cukai setiap awal bulan. Jarak dua bulan dari mulai pemesanan pita, menurut Moeftie, memungkinkan mereka untuk memungut hasil penjualan rokok dan kemudian membayarkan pesanan pita cukai. ”Karena ada proses pemesanan pita, penempelan, pengepakan sampai distribusi ke daerah-daerah,” kata Muhaimin kepada Gatra.

Bila ternyata ada rokok yang tidak terserap pasar, alias tidak laku, produsen rokok bisa mengembalikan pita cukainya pada pemerintah. ”Nanti pitanya dimusnahkan dan uang cukai dibayarkan sesuai dengan yang terjual,” kata Moeftie. Namun, ini tidak berarti produsen bebas kerugian. ”Karena kami sudah keluar biaya produksi, tenaga kerja, dan distribusi,” ucapnya.

Juru bicara Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Haryo Limanseto, menjelaskan bahwa dasar terbitnya PMK 20/2015 adalah untuk memberikan kepastian hukum, meningkatkan pelayanan di bidang cukai, dan tertib administrasi keuangan negara. ”Jadi, tidak ada lagi piutang negara yang jatuh tempo pembayarannya melewati tahun anggaran berjalan,” kata Haryo kepada Gatra.

Dengan berlakunya PMK 20/2015 ini, menurut Haryo, piutang negara berupa cukai sudah harus diselesaikan oleh pengusaha pabrik rokok paling lambat pada 31 Desember 2015. Ia menyangkal bahwa pemberlakuan ini akan menyebabkan industri rokok membayar cukai 14 bulan di tahun ini. ”Itu kan cuma asumsi dan perhitungan mereka saja,” katanya.

Di sisi lain, pengamat pajak menengarai, berlakunya PMK 20/2015 ini sebagai bentuk kebijakan ad-hoc pemerintah untuk memenuhi target penerimaan cukai 2015 ini. Yustinus Prastowo, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) mengingatkan bahwa PMK Nomor 20/2015 disahkan pada 2 Februari 2015. Selang dua minggu kemudian, pemerintah mengeluarkan APBN Perubahan 2015 yang mencantumkan kenaikan penerimaan cukai menjadi Rp 139,1 trilyun.

Bila mengacu pada APBN 2015, menurut hitungannya, penerimaan cukai rokok per bulan adalah sekitar Rp 10 trilyun. Untuk menutup selisih Rp 20-an triliun target pendapatan cukai antara APBN dan APBNP 2015, dibuatlah kebijakan pembayaran cukai di muka untuk dua bulan.

***

Bila dirujuk ke belakang, sebenarnya bukan kali pertama industri rokok mengajukan keberatannya atas kebijakan cukai pemerintah yang selalu naik dari tahun ke tahun. ”Namun kami tidak pernah didengarkan,” keluh Hasan Azis. Sebagai industri yang menyumbang 96% pendapatan cukai, atau setara 9,8% dari total pajak negara, Hasan mengakui bahwa mereka tidak punya posisi tawar yang cukup agar aspirasinya didengarkan oleh pembuat kebijakan. ”Kalau ayam dipaksa terus bertelur tanpa dirawat, suatu saat ayam itu pasti akan sakit,” ucapnya.

Tingginya cukai yang berakibat pada mahalnya rokok, menurut Hasan, juga bisa berdampak pada perolehan cukai untuk negara. Sebagai contoh adalah di tahun 2000, ketika cukai naik tiga kali dalam setahun. Akibatnya, target penerimaan cukai negara tidak tercapai. Untuk tahun ini saja, ia ragu pendapatan cukai rokok akan memenuhi target. Data yang ia pegang menunjukkan, realisasi pendapatan cukai Januari-Agustus 2015 mencapai Rp 75,2 trilyun, atau sekitar Rp 9,4 trilyun per bulan. Bila pola itu berlaku terus sampai akhir tahun, perolehan cukai rokok 2015 hanya akan mencapai Rp 112,8 trilyun.

Dalam hal ini, Haryo Limanseto menekankan bahwa kenaikan tarif cukai tidak semata-mata ditujukan untuk meningkatkan penerimaan negara. ”Tapi juga meningkatkan pengendalian konsumsi barang kena cukai seperti diatur dalam UU Nomor 39/2007 tentang Cukai,” kata Haryo. Karena itu, tidak ada kekuatiran bahwa pemberlakuan aturan cukai yang baru akan berdampak pada tergerusnya pendapatan negara.

Masalah nanti ada perampingan karyawan pabrik rokok karena pemberlakuan aturan cukai yang baru, menurut Haryo, tidak bisa langsung menyalahkan pemerintah. ”Itu bisa berbeda-beda antara satu pabrik dan pabrik lainnya. Tidak selalu terkait kebijakan cukai,” katanya

Haryo berpendapat, ada banyak regulasi lain yang membatasi industri rokok. Antara lain instrumen nontarif seperti pembatasan iklan, area larangan merokok, dan pencantuman gambar seram di bungkus rokok. ”Bisa saja karena upaya-upaya itu,” katanya.

Cavin R. Manuputty dan Averos Lubis

Majalah GATRA Edisi  49 / XXI 14 Okt 2015

Dipublikasi di Uncategorized | Meninggalkan komentar

LAPORAN KHUSUS

Tensi Tinggi Jelang Pesta Demokrasi

Menjelang Pemilu Legislatif 9 April, suhu politik di Aceh memanas. Terjadi rentetan kasus kekerasan, intimidasi, penculikan, hingga pembunuhan. Gesekan antar-parpol lokal belum terselesaikan. Mungkinkah ini bagian strategi politik?

Suasana kabupaten di dataran tinggi Gayo –Aceh Tengah dan Bener Meriah– sempat mencekam, Rabu pekan lalu. Warga langsung menutup rapat-rapat pintu rumah dan toko mereka. Itu dilakukan saat mereka melihat massa Partai Aceh (PA) dari kawasan pesisir berkonvoi menggunakan mobil dan motor. Sembari menenteng parang, di antara ratusan orang itu merusak dan menurunkan atribut kampanye milik Tagore Abubakar, calon anggota legislatif pusat dari PDIP.

Konflik bermula dari kampanye terbuka PA di Lapangan Kampung Asir-Asir Atas, Kecamatan Lut Tawar, Aceh Tengah, Selasa pagi. Dalam kampanye itu, juru kampanye Partai Aceh, Said Muslim, berorasi. Dalam orasinya, ia juga menyinggung Tagore yang merupakan tokoh masyarakat penggagas Provinsi Aceh Leuser Antara.

Merasa tidak senang, massa dari organisasi Pembela Tanah Air (PETA) Aceh pimpinan Tagore menyerang Kantor PA Takengon. Keesokan harinya massa PA berkonvoi dan menyerang balik. Untunglah, polisi mampu mengendalikan keadaan dan menangkap tiga pelaku perusakan. Kericuhan pun tak jadi meluas. ”Pada saat massa PA masuk ke Takengon, kita adang dengan melepaskan tembakan peringatan ke udara,” kata Kapolres Aceh Tengah, AKBP Artanto.

Sebelumnya, pada Sabtu dua pekan lalu, terjadi penculikan. Adalah Darmuni, 38 tahun, kader Partai Nasional Aceh asal Peureupok, Kecamatan Paya Bakong, Aceh Utara, yang menjadi korban. Ia diduga diculik dalam perjalanan ke rumahnya. Hingga kini polisi masih menyelidiki kasus tersebut.

Lebih gawat lagi, kasus yang menimpa Faisal, 40 tahun. Calon anggota legislatif dari PNA itu diberondong tembakan oleh orang tak dikenal di Gampong (Desa) Ladang Tuha, Kecamatan Meukek, Kabupaten Aceh Selatan, Minggu malam, 2 Maret lalu. Ia tewas seketika dengan tubuh penuh luka tembak.

Sepekan pasca-penembakan itu, giliran Kantor PA Dewan Pimpinan Sagoe (DPS) Lueng Bata, Banda Aceh, digranat orang tidak di kenal. Akibatnya, kaca kantor di lantai dua pecah berantakan. Said Habibie, bocah berusia 9 tahun, warga sekitar, terluka di kepalanya akibat terkena serpihan granat.

Menyikapi rentetan kasus tersebut, Kapolri Jenderal Sutarman sampai langsung menurunkan tim untuk mengejar para pelaku. “Kita segera menurunkan tim untuk melakukan penegakan hukum terhadap pelaku-pelaku kejahatan di lima kejadian,” ujarnya.

Bahkan, bila kondisi terus memanas, Polri akan mengirimkan tim untuk mengamankan pemilu di Aceh. Semua parpol akan diamankan untuk perlindungan menyeluruh bagi masyarakat. “Saya akan kirim pasukan, 10 SSK dari Mabes Polri ke Aceh untuk pengamanan pemilu,” kata Sutarman.

Pasalnya, menurut Sutarman, Aceh termasuk daerah rawan konflik sebagaimana Papua dan Poso. Namun, konflik di kedua daerah itu tak terkait langsung dengan pemilu. “Kalau Aceh jelas terkait dengan Pemilu,” ucapnya.

Menurut Ketua DPP PNA, Munawar Liza Zainal, kekerasan, intimidasi, hingga pembunuhan terhadap kader partainya merupakan intimidasi politik. Pasalnya, orang-orang PNA sudah bekerja dan berkarya untuk rakyat Aceh. Apalagi, kebanyakan pengurus PNA adalah pendiri Partai Aceh. Gesekan sudah muncul saat PNA terbentuk.

Bahkan, saat kampanye, terjadi tiga kasus penembakan. Pihak aparat kepolisian belum maksimal menjaga keamanan dalam berpolitik. Bertambah lagi beberapa kasus meresahkan menjelang pemilu 2014 yang menimpa PNA. ”Sudah terjadi tindakan penembakan, penganiayaan, dan sekarang penurunan alat-alat peraga seperti bendera partai,” kata Munawar kepada Gatra.

Namun, Wakil Ketua PA, Kamaruddin Abubakar, menampik tudingan tersebut. Menurutnya, opini publik di Aceh tidak berpihak kepada ”penguasa” yang kebanyakan adalah kader Partai Aceh. ”Sebelumnya saya ucapkan terima kasih atas kabar dari media massa yang memberitakan bahwa menjelang pemilu legislatif, untuk duduk di DPRA dan DPRK sudah terjadi situasi mendidih,” katanya dengan nada sindiran.

Ia mengimbau para ketua umum partai lokal (parlok) Aceh agar merapatkan barisan para kader di tiap kabupaten, untuk jangan sampai terpancing oleh ulah oknum yang mengatasnamakan persaingan parlok Aceh. ”Saya berharap, dalam situasi seperti itu media fair dalam menulis berita. Sebab yang membaca adalah masyarakat,” ucapnya.

Hal senada diutarakan Ketua Umum Partai Damai Aceh (PDA), Teungku Muhibbussabri A. Wahab, walau kadernya kerap kali mendapat intimidasi, ia menginginkan semua permasalahan dibicarakan dengan kepala dingin. ”Yah harus ada komunikasi terus-menerus yah dengan pimpinan partai, baik wilayah maupun daerah. Kita diskusi dari hati ke hati, dan itu sangat efektif untuk menyelesaikan masalah,” katanya.

Ia berharap, semua parpol berpolitik secara elegan, santun dan tidak memaksakan kehendak. Semua itu untuk Aceh yang damai. Menurutnya, sudah cukup konflik vertikal, jangan sampai konflik horizontal menjadi besar. ”Toh, masyarakat sudah punya pilihan. Kalau pun belum, mari berikan pendidikan politik kepada mereka,” ujarnya.

Diakui oleh Ketua Dewan Pimpinan Rakyat Aceh (DPRA), Hasbi Abdullah, bahwa masyarakat di Aceh memang masih kurang dalam hal pendidikan politik. Itulah yang membuat banyak hal yang diselesaikan dengan cara kekerasan. ”Belum memadai masalah pendidikan politiknya. Masih banyak latar belakang kader dari kombatan. Ada intrik sedikit langsung menggunakan otot,” cetusnya.

Hasbi menyayangkan masih banyak partai di Aceh yang dalam perekrutan kader tidak melalui mekanisme yang baik. ”Seharusnya, para kader ini dibina diberikan pembekalan pendidikan politik yang baik,” ucapnya. Jika para kader telah sadar serta paham tentang pendidikan politik, semua masalah bisa selesai dengan musyawarah dan mufakat. Bukan dengan otot.

Ia khawatir, jika kondisi terus tidak kondusif, bakal menggangu kondisi ekonomi di Aceh. Sebab, masalah keamanan sangat sensitif bagi pemilik modal. ”Kita sudah berpesan kepada Kapolda Aceh, agar menindak tegas partai yang melanggar hukum. Entah itu dari Partai Aceh atau Partai Nasional Aceh,” katanya.

Sementara itu, menurut pengamat politik dan keamanan Aceh, Aryos Nivada, strategi kampanye menggunakan cara intimidasi dan kekerasan masih marak terjadi di Aceh. Dan itu akan terus berlangsung hingga pencoblosan. ”Ini kan pola orde baru yang dulu menggunakan intimidasi dan kekerasan sebagai marketing politiknya untuk mendapatkan kekuasaan,” katanya kepada wartawan Gatra, Purnawan Setyo Adi.

Pada akhirnya, itu akan merugikan Aceh, khususnya partai lokal. Para pemilih yang cerdas akan beralih partai. ”Seharusnya, mereka membungkus nilai kearifan lokal setempat, bukan mereproduksi kekerasan kembali,” ucapnya.

***

Di tengah situasi yang kian memanas, para partai lokal tetap konsisten dalam menjaring suara ke daerah-daerah. Walau persaingan tidak seketat Pemilu 2009, yang mencapai 44 parpol –38 partai nasional dan 6 partai lokal– tetap saja mesin partai harus berjalan baik. Seperti yang dilakukan PA, yang tetap menyuruh para kadernya untuk kerja keras.

Bagi Kamaruddin, gambaran Pemilu 2009 saat PA meraih suara mayoritas di Provinsi Aceh dengan menguasai 47% kursi, bisa menjadi penyemangat. ”Insya Allah dari kita, Partai Aceh, untuk 2014 ini kita doakan meningkat dari 2009. Targetnya suara pemilih mencapai 51%,” ujar Kamaruddin Abubakar, 47 tahun.

Seluruh kader partai, menurut Kamaruddin, harus berikhtiar untuk bisa mendapatkan suara lebih baik lagi dari pemilu sebelumnya. Caranya dengan menyusun rencana kerja pemenangan. Salah satunya, melalui kerja nyata yang dijalankan oleh Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupaten atau kota yang dipimpin oleh Kader PA. ”Saya melihat hasilnya mulai dirasakan masyarakat Aceh,” katanya.

Ia pun percaya diri, bahwa PA masih dipilih oleh rakyat Aceh pada Pemilu 2014. ”Sehingga amanah MoU Helsinki dan UU 11/2006 dapat kita wujudkan secara lebih baik dan bermanfaat lebih banyak bagi rakyat Aceh,” ia menambahkan.

Lain halnya dengan Sekretaris Jenderal PDA, Khaidir Rizal Jamal, ia merasa partainya kini semakin berkembang walau di tengah situasi yang flutuaktif. Hal itu, tak lepas peran partai dan kader dalam mengadakan pendekatan dengan masyarakat. Yakni, menjemput bola untuk menampung aspirasi. ”Pendekatan secara door to door dilakukan kader PDA untuk meraih suara,” ujarnya.

Hal itu ditempuh untuk menghadapi persaingan antara partai lokal dan partai nasional yang cukup kompetitif. Meskipun demikain ia mengklaim bahwa masyarakat Aceh masih lebih suka kepada partai lokal. ”Sebenanya,hanya Aceh Tengah, Langsa, Tamiang, yang masyarakatnya lebih suka partai-partai nasional. Di luar daerah itu rakyat masih lebih memilih partai lokal,” katanya.

Sementara itu, Sekjen PNA, Muharram Idris memaparkan partainya mencoba memainkan isu kondisi yang riil di masyarakat. Seperti kondisi partai penguasa yang berjanji memberikan perubahan hidup, tapi ternyata itu hanya janji. Sekarang rakyat sudah menyadari bahwa pemerintah sering khianat. ”Maka suara mereka akan hengkang, dan tiap kader PNA diwajibkan menjemput bola aspirasi masyarakat,” ujarnya.

Ia menganalisis, suara PNA ada di seluruh kabupaten/kota, tapi semua itu tergantung pada keamanan. Basis massa partai ada di Aceh Besar, Banda Aceh, sebagian Aceh Utara, Bieureun, Aceh Timur, Aceh Tengah, Tenggara, Barat dan Selatan. ”Selain itu, strategi memanfaatkan suara golput untuk dialihkan suaranya ke PNA juga menjadi cara meraih suara,” ucapnya.

Menurut peneliti Pooltracking, Arya budi, melihat kondisi politik Aceh harus diiringi dengan pemahaman konteks post-conflict area. Kondisi itu tentu berpengaruh terhadap perilaku pemilih dan elitenya. ”Perilaku pemilih daerah yang aman berbeda dari perilaku pemilih di daerah pasca-konflik. Perilaku post conflict ini memilih karena ingin rasa aman,” jelasnya.

Dari sini sudah terlihat, yang mampu mengamankan itu jelas; jika bukan partai lokal Aceh, sudah pasti mantan kombatan GAM. ”Dengan begitu ini menjelaskan, kenapa partai lokal Aceh masih kuat di sana,” papar Arya. Ia berkesimpulan, partai lokal Aceh masih menjadi pilihan.

Gandhi Achmad, dan Averos Lubis (Aceh)

Boks Wawancara Partai Aceh
Sekretaris Jenderal Partai Aceh (PA) Mukhlis Basyah:
Masih Ada Politik Divide et Impera

Sosok Mukhlis Basyah, 43 tahun, cukup disegani. Pasalnya, ia merupakan mantan Panglima GAM di kawasan Aceh Besar. Apalagi, saat masih bergejolak, Mukhlis didapuk menjadi komando pelatih pejuang.

Seiring berjalannya waktu, ia pun bertransformasi dengan terjun ke dunia politik. Tidak hanya itu, kini ia menjabat sebagai Bupati Aceh Besar. Secara otomatis membuatnya terus belajar. ”Saya sadar akan kemampuan saya,” katanya polos.

Nah, terkait masalah kondisi politik di Aceh yang memanas menjelang pemilu, ayah tiga orang anak ini memberikan waktu kepada wartawan Gatra Averos Lubis untuk wawancara, Senin, 3 Maret, di Hotel Hermes cabang Aceh. Berikut petikannya :

Bagaimana kondisi kader PA menjelang pemilu nanti ?

Pertama, sistemnya memang harus diakui waktu itu masih revolusi. Para kadernya ditempa melalui proses panjang sekali. Saat itu, sampai mengirimkan orang-orang untuk belajar politik di Libya. Lalu, begitu kembalike Aceh diberi wewenang penuh untuk memberikan pembelajaran kepada kader-kader yang baru.

Seperti kami, yang latar belakangnya sebagai kombatan, selalu ditempa tentang cara untuk terlibat aktif dalam berpolitik praktis. Terlepas dari maksudnya sekarang, dalam pemikiran orang, apakah semua kader itu siap.

Kombatan-kombatan itu siap untuk transformasi atau transisi secara membawa perjuangan. Itu kan berpulang pada masing-masing pribadi. Tapi setidaknya, kami melihat dan punya keyakinan bahwa beginilah profesionalalisme, seperti inilah demokrasi.

Apalagi skala perbandingan antara suksesi pemilu legislatif 2009 dengan suksesi pemilihan gubernur tahun 2012, cukup meningkat. Dari 47% suara menjadi 56% suara. Tentunya, itu menjadi kebanggaan Partai Aceh untuk tumbuh berkembang. Jadi, kami siap untuk pemilu nanti.

Siapa yang bermain dalam konflik di Aceh menjelang pemilu ini?

Ada saja politik divide et impera antar-bangsa Aceh! Dan harus diingat MoU Helsinski itu tidak mudah untuk ditandatangani. Karena itu, kami selalu berpikir positif. Tidak ada keterlibatan pemerintah pusat. Paling hanyalah oknum yang melakukan tindakan yang meresahkan situasi Aceh. Maka, marilah melakukan kesadaran tinggi untuk tidak mengganggu keamanan Aceh.

Saya tidak mau berbalas pantun. Saya tidak mau berandai-andai. Saya takut asal bicara. Di saat orang lain bertanya, apalah yang dibicarakan. Apalagi kita yang bicara sendiri tidak ada asal-usul pembuktian. Saya selalu mengatakan kepada konsituten dan kepada kader bahwa kita harus bisa menjabarkan, harus bisa membaca yang tidak ditulis. Kalian harus bisa mendengar di saat tidak diwartakan.

Strategi meraih suara bagaimana?

Dulu pemilu suksesi eksekutif 2006 dari independen Partai Aceh di Aceh Besar kalah dari PPP dan PAN. Kalkulasinya suara independen 21.000 dan partai nasional meraih 25.000 suara. Akhirnya pada 2009 kita menaik menjadi 24.000, dan terus meningkat pada 2012 yang mencapai 53.000 suara. Selalu naik grafiknya. Keberhasilan itu berdasarkan perintah Wali Nangroe, Malik Mahmud. Ia berucap, “Selemah-lemahnya kalian harus berhasil merekrut, dalam satu keluarga harus merekut lima orang. Lalu berkembang jadi 25 orang dan 125 orang, dan seterusnya.”

Boks Wawancara Partai Nasional Aceh
Ketua Umum Partai Nasional Aceh (PNA) Irwansyah:
Menggandeng Partai Nasional, Itu Perlu

Menjelang Pemilu Legislatif 2014, menurut Irwansyah, PNA bukan sekadar mencari perhatian rakyat Aceh. Lebih khusus adalah memperhatikan kepentingan kesejahteraan rakyat melalui program yang benar-benar nyata. ”Tidak seperti dilakukan partai penguasa sekarang,” kata pria kelahiran Banda Aceh, 22 November 1973 ini.

Bagi mantan kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) ini, PNA bekerja sepenuhnya untuk rakyat. Ia pun beranggapan pemerintah daerah saat ini belum optimal. Wartawan Gatra Averos Lubis berkesempatan mewawancarainya, Selasa, 25 Pebruari lalu, di sebuah kedai kopi di Banda Aceh, kawasan Beurawe. Berikut petikannya :

Anda melihat Partai Aceh paling kuat dalam persaingan legislatif?

Tidak juga. Seperti yang saya katakan, PNA memiliki program yang sudah diimplementasikan dan rakyat tahu itu. Putra-putri terbaik Aceh bergabung di dalam PNA. Namun semuanya kembali kepada rakyat. Siapa yang akan dipilih saat pemilu.

Apakah partai nasional dianggap sebagai musuh partai lokal?

Di Pemilu 2009, saya menjadi tim sukses Partai Demokrat. Kalau saya ingin partai lokal menang, tidak mungkin saya mau menjadi ketua tim sukses partai nasional. Kuncinya adalah bagaimana program dapat berjalan. Menggandeng partai nasional perlu dilakukan sebagai salah satu jalur untuk menyejahterakan rakyat. Dan tidak ada di jiwa kami bahwa partai nasional musuh kami.

Kami juga berharap partai nasional tidak memandang partai lokal adalah musuh. Harus ada kedewasaan dari partai lokal dan partai nasional. Isu bodoh kalau PNA benci terhadap partai nasional. Petinggi partai nasional tahu bagaimana rekam jejak kami, di mana terlibat di partai lokal juga beradaptasi dengan partai nasional.

Dalam pemilu legislatif nanti, apakah partai lokal masih diminati?

Program dilaksanakan partai penguasa sekarang adalah program Irwandi Yusuf. Tidak ada program baru, hanya program qanun bendera Aceh dan wali nangroe. Sementara rakyat Aceh belum tepat waktu untuk menerima bendera dan siapa wali nangroe. Yang dibutuhkan adalah bagaimana hak kehidupan yang layak dan kesehatan.

Kalaupun ada sebuah program dilaksanakan PA sekarang, lebih menonjolkan nama individu dibanding program itu supaya diingat oleh rakyat Aceh. Kenyataannya, pemilu 2009 partai lokal berhasil meraih suara mayoritas. Karena itu saya yakin partai lokal masih di minati.

Banyak orang GAM bergabung di PNA?

Saat terjadi perpecahan di antara PA dan PNA ada sekitar 40% kader PA jilid pertama yang beralih ke PNA. Prinsip kami sebenarnya, membuat wadah partai bukan untuk GAM. Melainkan untuk intelektual Aceh yang tidak mempunyai partai. Mereka kami ajak untuk membuat partai dan juga mengilustrasikan kepandaiannya. Wadah ini lebih untuk rakyat, bukan buat GAM.

Dan dalam perekrutan caleg, PNA bekerja sama dengan Universitas Syiah Kuala Aceh untuk mengetes para caleg. Nah, dalam kategori GAM itu memiliki kemampuan seperti kader yang lain. Ia berhasil masuk sebagai caleg. Jadi ada tes masuk. Benar-benar selektif.

Boks Wawancara Partai Damai Aceh
Ketua Umum Partai Damai Aceh (PDA) Teungku Muhibbussabri A. Wahab:
Tidak Mau Masuk Pusaran Konflik

Dari saat berdiri Partai Daulat Aceh hingga melebur menjadi Partai Damai Aceh, peran Teungku Muhibbussabri A. Wahab memang sangat diperhitungkan. Ia menjadi figur yang sangat penting. Pada 2009, ia menjadi satu-satunya wakil Partai Daulat Aceh di parlemen.

Pria kelahiran Seulimeum, Aceh Besar, 1 September 1969, ini mengembangkan partai secara signifikan. ”Saya cuma bisa bilang, sami’na wa atho’na (kami dengar dan kami taat) jika guru besar memberikan arahan,” katanya saat diwawancara Gandhi Achmad dan pewarta foto Ardi Widiansyah dari Gatra, di sebuah resto di Jakarta, akhir Februri lalu. Berikut petikannya:

Peningkatan seperti apa PDA?

Alhamdulilah, peningkatan PDA yang sekarang ini baik. PDA merupakan kelanjutan dari Partai Daulat Aceh. Dari survei internal dan orang-orang yang melihat serta para pelaku politik, pertumbuhan PDA tidak pernah stag. Terus meningkat walau pelan. Ini yang sedang saya kawal terus semangat para caleg.

Karena semakin kita tumbuh, ada usaha-usaha untuk semakin menekan. Karena itulah saya katakan kepada teman-teman, juara itu tidak ada juara 1a, 1b atau 1c. Juara ya satu. Kita pun target dapat meraih 7% kursi pada pemilu legislatif nanti.

Strateginya seperti apa?

Kita nggak ada strategi. Sebagaimana air, mengalir saja. Saya bilang kepada pengurus partai, bahwa jangan sampai menghalalkan segala cara untuk menjadi anggota dewan. Jadi, harus jelaskan yang sebenarnya, bagaimana itu partai. Kita cari apa yang membuat orang gerah dengan politisi terdahulu.

Salah satunya, setelah dipilih tidak pernah lagi turun ke masyarakat. Tidak all outmemperjuangkan aspirasi pemilih. Sehingga kami bikin aturan di dalam PDA. Setiap anggota DPR kabupaten yang terpilih wajib sebulan sekali tidur di tengah masyarakat atau konstituennya. Bukan berkunjung, ya. Tapi ngobrol, mendengarkan keluh-kesah masyarakat. Kalau mereka tidak datang empat kali dalam setahun, saya akan berhentikan dengan tidak hormat.

Kalau janji gampang diingkari. Makanya kami lebih baik buat aturan partai. Dan saya itu sudah lakukan hingga kini. Sebagai anggota dewan saat ini, saya melakukan hal itu. Hampir semua saya datangi. Lalu, konsepnya bukan bagi-bagi uang. Tapi kita dialog, berdiskusi, dan mencari solusi. Dengan begitu elektabilitas PDA melejit di tengah masyarakat hingga kini.

PDA apakah ada tekanan?

Walau kita ditekan terus, tapi kita berusaha sabar. Sabar bukan berarti pengecut, sabar di sini adalah kondisi kita mampu membalas tapi kita tidak membalas. Jadi kita mampu membalas tekanan mereka, tapi kita tidak mau. Ancaman masih dari pihak-pihak tertentu, dan saya tidak bisa sebutkanlah. Ancamanya beragam, perusakan mobil, pencopotan dan perusakan baliho, serta ancaman yang lain.

Bagi kita, sebuah daerah yang baru selesai dari konflik, masalah ancam-mengancam itu sangat tokcer untuk diterapkan. Jadi, yang diancam tidak hanya orang partai , tapi juga konstituen. Untuk hal itu, kami tidak mau membalas. Kita tidak mau masuk dalam pusaran konflik. Saya harus menjaga itu. Jangan sampai terjadi konflik sampai tingkat bawah.

Majalah GATRA Edisi  21 / XX 2 Apr 2014

Dipublikasi di Uncategorized | Meninggalkan komentar